Penduduk Indonesia Ternyata Kurang Makan Sayur dan Buah
Editor
Susandijani
Selasa, 24 Januari 2017 13:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Muhammad Haris memilih makan dengan kerupuk saja ketimbang harus makan sayuran. Ia selalu menampik sayur yang dihidangkan ibunya karena, menurut dia, rasa sayuran apa pun tak enak. “Enggak suka aja,” kata remaja 14 tahun ini, Rabu pekan lalu. Sejak kecil, Haris memang paling ogah disuruh makan sayur.
Selain itu, remaja yang kini duduk di bangku kelas VIII sekolah menengah pertama di Jakarta Selatan ini jarang makan buah-buahan karena buah tak selalu tersedia di rumah. “Kadang ada, kadang tidak,” ujarnya. Padahal ia doyan buah-buahan.
Baca juga :Mengapa Pria Harus Belajar Mengasuh Anak
Bukan cuma Haris yang ogah makan sayur dan jarang mengkonsumsi buah. Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyarankan sayur dan buah dikonsumsi minimal 400 gram per hari. Tapi rata-rata orang Indonesia baru mengkonsumsi 57,7 gram sayur dan 33,5 gram buah per hari. Adapun Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat 93,5 persen penduduk Indonesia kurang makan sayur dan buah.
Sayur dan buah punya segudang faedah karena mengandung mikronutrien, yakni zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit tapi sangat diperlukan tubuh untuk tumbuh dan berkembang setiap hari. Di antaranya vitamin A, vitamin E, vitamin C, zat besi, zinc, dan selenium. Konsumsi buah dan sayur, sesuai dengan rekomendasi, juga mencegah terjadinya penyakit tak menular, seperti diabetes dan hipertensi, juga stroke.
Untuk mendongkrak konsumsi sayur dan buah pada remaja, lewat penelitian disertasinya, Hera Nurlita mencari model rekomendasi asupan buah dan sayur. Pegawai Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan ini memfokuskan penelitiannya pada remaja putri--yang kelak menjadi ibu yang menyuguhkan makanan bagi keluarganya. Tapi hasil penelitiannya juga bisa digunakan untuk remaja putra karena kebutuhan sayur dan buah mereka tak jauh berbeda. Berkat penelitian ini, Hera meraih gelar doktor ilmu gizi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jumat dua pekan lalu.
Selanjutnya: 64 remaja putri ikut dalam penelitiannya
<!--more-->
Ia mengawali penelitiannya dengan berdiskusi bersama 64 remaja putri di dua sekolah di Kota Depok, Jawa Barat. Mereka ditanyai soal buah dan sayur yang disukai dan kendala mengkonsumsinya. Hasil diskusi kemudian dimasukkan ke program matematika untuk menghitung buah dan sayur yang bisa dikombinasikan agar didapatkan gizi maksimal sesuai dengan kebutuhan tubuh, yakni mengandung 10 persen kebutuhan energi, 60 persen kebutuhan beta karoten, 60 persen kebutuhan vitamin C, dan 60 persen kebutuhan serat.
Untuk buah, Hera juga menyusunnya berdasarkan musim, sehingga satu kombinasi bisa ditemukan pada saat yang sama. Harganya juga dipilih yang tak memberatkan kantong orang tua--satu kombinasi sekitar Rp 12 ribu. “Lebih mahal satu bungkus rokok,” katanya.
Dari hasil hitungan tersebut, ada delapan varian buah dan sayur yang bisa dikonsumsi bersamaan. Sebanyak 180 remaja diminta menilai semua varian ini.
Dari hasil penelitiannya, para remaja lebih suka sayur dan buah berwarna-warni, manis, dan praktis dimakan. Mereka menyukai buah yang bisa dibawa, seperti untuk bekal sekolah. Mereka juga menyukai sayuran yang dimasak dengan campuran bahan lain, seperti cah sayur kangkung dengan udang atau sayur asam yang dibumbui terasi. “Kalau sayuran biasa, mereka makan satu porsi, tapi kalau dicampur bisa jadi dua porsi,” ujar Hera.
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy mengatakan hasil penelitian ini bisa diadopsi pemerintah. Ia akan meminta Hera membuat program yang bisa diaplikasikan masyarakat. “Tak hanya untuk remaja, tapi semua usia, agar konsumsi buah dan sayurnya bertambah,” tuturnya.
Nur Alfiyah
Baca juga :
Menikmati Donald Trump di Tokyo
Suka Makan Ramen? Coba yang Berkuah Biru