Menghukum Anak Tak Membuat Mereka Kapok Melakukan Kesalahan
Editor
Tulus widjanarko
Selasa, 11 Juli 2017 13:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menghukum anak hanya akan membuat mereka terdorong untuk melakukan kesalahan yang sama, lagi dan lagi. Menghukum anak saat mereka melakukan kesalahan mungkin bukan pilihan yang tepat. Alih-alih mendisiplinkan anak dengan cara menghukum, para orang tua disarankan untuk memberi alternatif lain.
Seorang profesor dari Institute of General Psychology, University of Würzburg, Andreas Eder mengatakan bahwa anak-anak cenderung berhenti melakukan kesalahan jika mereka diberi pilihan, bukan sekedar hukuman atau kritik.
“Studi yang kami lakukan menunjukkan bahwa seorang anak yang dihukum karena melakukan suatu kesalahan tidak lantas dapat menerima hukuman yang diberikan. Mereka justru terdorong untuk melakukannya lagi dan lagi,” jelas Eder.
Untuk membuktikan hal tersebut, studi yang dipimpin oleh Eder mengajak para partisipan untuk melengkapi tugas mudah yang melibatkan sebuah angka yang berkedip pada layar. Partisipan diberi kesempatan untuk memilih angka yang diinginkan. Pilihan angka tersebut lebih kecil atau lebih besar dari angka lima. Setelah memilih, mereka diminta untuk menekan satu dari dua tombol yang ada. Masing-masing tombol merepresentasikan angka yang lebih kecil atau lebih besar dari angka lima.
Sebelumnya, partisipan sudah diberi tahu bahwa tombol tersebut bekerja seperti alat kejut. Tombol dengan angka yang lebih besar dari angka lima menghasilkan sengatan yang jauh lebih kuat dibanding dengan tombol dengan angka yang lebih kecil dari angka lima.
Selama penelitian berlangsung, para peneliti berasumsi bahwa partisipan akan menekan tombol kejut tersebut secara perlahan mengingat konsekuensi yang harus dirasakan. Kenyataannya justru berbanding terbalik, partisipan menekan tombol tersebut lebih cepat, bahkan cenderung tidak berpikir lama.
Hasil yang cukup mengejutkan bagi para peneliti tersebut secara tidak langsung memberi jawaban bahwa hukuman saja tidak cukup untuk menghentikan perilaku anak yang dianggap nakal karena melakukan suatu kesalahan.
Mengapa?
Penelitian yang dilakukan dua kali berturut-turut tersebut menunjukkan hasil yang sama. Dimana para partisipan memencet tombol yang merepresentasikan angka lebih kecil dari angka lima dengan sengatan lebih lemah sangat cepat tanpa berpikir ulang.
“Artinya, hukuman tidak lantas menaklukan perilaku tidak baik (nakal) seorang anak, meski anak tersebut mengetahui risikonya. Untuk mendisiplinkan anak, jauh lebih baik jika hukuman yang diberikan disertai dengan perbincangan antara orang tua dan anak untuk mengetahui alasan mengapa anak melakukan suatu hal yang dianggap tidak benar oleh orang tua. Rangkul mereka untuk berani mengungkapkan alasan saat melakukan suatu hal,” tutup Eder.
DAILY MAIL UK | ESKANISA RAMADIANI