TEMPO Interaktif, Jakarta: Manis, gurih. Begitulah rasa penganan ini. Warnanya pun tampak cantik, kuning dan hijau. Namanya sari pengantin. "Kalau dikunyah itu lembut. Kalau buka makan ini, perut rasanya enak, tak ada rasa sembelit," ujar Ati, seorang warga yang menyukai sari pengantin.
Di Samarinda, Kalimantan Timur, penganan ini paling diburu untuk berbuka puasa. Dan tak sulit menemukannya. Pada Ramadan, hampir setiap pasar menjual penganan ini.
Baca Juga:
Satu loyang bundar bisa menghasilkan delapan irisan. "Per potong Rp 5.000," kata Yuli, pedagang jajanan di Pasar Ramadan di Jalan Kesuma Bangsa.
Sari pengantin dibuat dua lapis. Lapisan atas berwarna kuning dan lapisan bawah berwarna hijau. Biasanya untuk pewarna hijau menggunakan sari pandan. Sebagai pewarna kuning, pedagang biasa menggunakan zat pewarna.
Membuatnya untuk satu adonan butuh waktu hingga lima jam. Awalnya, tepung beras dipadu dengan telur, gula, santan, pengharum masakan, dan air secukupnya. Setelah semuanya tercampur, adonan dimasak. Itu untuk lapisan berwarna hijau.
Agar tak menggumpal, adonan yang dimasak diaduk terus hingga menyatu. Jangan berhenti mengaduk. Jika adukan berhenti, biasanya tampilan jajanan jadi tidak menarik.
Kemudian adonan berwarna hijau itu dikukus dalam loyang sekitar setengah jam sampai mengeras dan masak. Setelah didinginkan, baru adonan berwarna kuning ditumpahkan di atas adonan berwarna hijau itu. Adonan berwarna kuning ini campuran santan kental dengan sedikit tepung beras dan gula.
Setelah digabungkan di antara kedua bagian itu, hijau dan kuning, makanan ini kembali dikukus hingga benar-benar matang. Sari pengantin pun siap disantap.
Irman Hidayat