TEMPO.CO, Jakarta - Monica Kumalasari, pakar gestur dan mikroekspresi dari Asosiasi Psikologi Forensik, mengatakan Presiden Joko Widodo tampak santai dan tanpa beban saat membahas ia kerap disebut Pak Lurah pada Sidang Tahunan MPR 2023, Rabu, 16 Agustus 2023.
"Ini ditunjukkan pula dengan ekspresi wajah tersenyum. Tidak tampak ada kemarahan, kekesalan, ketakutan, dan beban emosi lain," katanya.
Menurutnya, Presiden tidak menganggap hal ini sebagai hal penting untuk disikapi. Bahasa verbal dan nonverbal Presiden Jokowi menunjukkan kongruensi. Dalam pidatonya, Jokowi menyebutkan kalimat, "Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasananya sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren ini di kalangan politisi dan parpol. Setiap ditanya soal siapa capres, cawapresnya, jawabannya, 'Belum ada arahan Pak Lurah'," papar Monica.
Presiden Jokowi lalu mengatakan sempat berpikir siapa yang dimaksud dengan sebutan Pak Lurah dan belakangan ia mengetahui sosok yang dimaksud ternyata dirinya. Presiden lalu menegaskan ia bukan ketua umum partai politik dan ketua koalisi partai politik sehingga terkait penentuan calon presiden dan calon wakil bukan kewenangannya.
Dia berkata, "Bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah, bukan wewenang Pak Lurah, sekali lagi". Monica berpendapat ada ketegasan dari Presiden saat mengulangi kata-katanya, intonasi verbal serta bahasa tubuh saat mengatakan demikian.
Saat itu, Presiden tampak melakukan gerakan tangan terangkat di sisi bahu dengan telapak tangan menghadap ke depan seperti gestur yang ditunjukkan bila seseorang mengatakan tidak.
"Dari kongruensi pernyataan verbal dan nonverbal ini bisa disimpulkan bahwa pernyataan beliau tidak terlibat dalam penentuan capres maupun cawapres adalah cukup kredibel," ungkap Monica.
Tanpa perubahan intonasi
Ia kemudian membahas tentang Presiden yang mengetahui diejek dengan kata seperti planga-plongo dan tidak tahu apa melalui media sosial. Ia mengaku menerima hal itu. Menurut Presiden, hadirnya media sosial membuat apapun bisa disampaikan kepada presiden termasuk kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnah.
Monica berpendapat tidak terdengar perubahan intonasi yang menjadi lebih tinggi ataupun lebih rendah dan lebih dalam. Hal ini juga ditunjukkan dengan tidak adanya mikroekspresi kemarahan atau ketakutan.
"Jokowi justru menganggukkan kepala sebagai pernyataan kesungguhan. Ada keselarasan verbal dan nonverbal yang berarti Jokowi menganggap hal tersebut sebagai masalah kecil yang tidak menimbulkan emosi pribadi," paparnya.
Monica juga membahas pernyataan Presiden tentang budaya santun dan budi pekerti luhur yang tampak mulai hilang di antara masyarakat. Presiden juga menyebut kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Menurut Presiden, polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia dan membuatnya sedih.
"Kata sedih diucapkan berulang dengan jeda, juga ditunjang dengan menepuk sebelah tangan di dada. Terlihat mikroekspresi kesedihan dan kekecewaan," kata Monica, yang juga mengatakan prioritas perhatian Presiden Jokowi yakni pada keprihatinan polusi budaya sebagian rakyat dan bukan perihal ejekan secara pribadi.
Pilihan Editor: 4 Macam Pakaian Adat yang Dikenakan Jokowi di Upacara 17 Agustus 2019-2022