TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Strategic Communication Mass Tuhu Nugraha mengajak masyarakat untuk lebih kritis ketika mendapatkan informasi atau pernyataan dari dari para pemengaruh alias influencer. Masyarakat perlu tahu apakah para influencer ini di bidangnya atau tidak. "Dipikir ulang apakah dia ahli di bidangnya? Bagaimana dengan pendapat ahli lain dan sumber lain? Konsumen bisa membandingkan dari mesin pencari, otoritas atau AI," kata Tuhu dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 24 Juni 2024.
"Saya selalu menerapkan zero trust info di internet terutama isu krusial. Saya akan mengecek informasi lebih lanjut dari beragam sumber, apalagi sekarang ada teknologi deepfake AI," ujarnya.
Sebaliknya, Tuhu pun meminta kepada para influencer agar lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan dan membuat konten di media sosial. Ia meminta agar para influencer lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan mengenai suatu produk. Apalagi bila influencer sedang membicarakan produk yang bukan dari keahliannya. "Ini menurut saya juga bukan pada kompetensi dan tempatnya, mereka juga perlu berhati-hati untuk membuat statement yang bukan area keahliannya," kata Tuhu.
Karena menurutnya, jika pernyataan dari influencer keliru, maka akan membuat persepsi di publik hingga membuat reputasinya rusak. Karenanya, Tuhu mendesak agar para influencer memastikan keaslian hingga verifikasi data sebelum menyampaikan ke publik.
"Harus ada proses verifikasi dan mengecek keaslian data sebelum menyampaikan ke publik. Selain itu publik juga bisa menuntut agar influencer menyajikan data asli yang sudah diverifikasi. Karena sekali rusak, maka untuk memulihkan kembali membutuhkan waktu, dan biaya yang tak murah. Sementara persaingan influencer saat ini juga sangat ketat," kata dia.
Selain itu, menurutnya masalah tersebut menjadi menarik, sehingga perlu sekali ada etika kreator konten dan influencer. Tuhu pun setuju, jika dibentuk Dewan Pengawas untuk memonitor influencer. "Karena dampaknya pada masyarakat, dan bahkan juga bisa berdampak material dan reputasi. Sementara, di pihak influencer kompetensinya sangat beragam, tetapi audiensnya kan tidak bisa membedakan itu, dan dampaknya bisa sangat berat," katanya.
Pilihan Editor: Influencer Malaysia Promosikan Prostitusi Online, Orang Indonesia Terlibat