TEMPO.CO, Jakarta - Judi online sedang menjadi sorotan di Indonesia. Menurut pakar, literasi digital dan literasi keuangan yang rendah serta kurangnya ketegasan hukum terhadap pelaku judi online menjadi pemicunya. Begitu hasil studi Peneliti Muda Muhammad Nidhal dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).
Nidhal menambahkan faktor lingkungan seperti akses mudah, iklan yang masif, pergaulan dan ajakan teman, serta faktor individual seperti kurangnya pemahaman terhadap risiko judi online juga turut mendorong perilaku yang sifatnya candu ini.
"Literasi keuangan yang belum memadai, dorongan mencari keuntungan cepat dan kebutuhan hiburan yang sifatnya candu menjadi penyebab utama maraknya judi online," katanya.
Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2022, literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, baru 49,6 persen. Padahal inklusi keuangannya sudah 85 persen. Literasi digital juga masih kurang, 41,48 persen.
Melihat hal ini, literasi digital dan literasi keuangan menjadi dua hal yang masih perlu ditingkatkan. Literasi digital dan keuangan yang baik dapat membantu masyarakat mengelola keuangan untuk hal-hal produktif, terhindar dari kecanduan judi online, serta terhindar dari penipuan daring, kejahatan digital, hingga kebocoran data.
Upaya perlindungan konsumen di ruang digital, regulasi yang lebih tegas dan jelas, serta pendekatan sinergi dan kolaborasi pemerintah dan swasta dalam peningkatan program, inisiatif edukasi, dan kampanye literasi digital dan keuangan yang terarah, diperlukan untuk mengurangi korban judi online dan menciptakan ekosistem yang terbebas dari judi online ilegal, ujarnya.
Langkah pencegahan OJK
Otoritas Jasa Keuangan telah mengambil langkah pencegahan seperti memperketat sistem uji kelayakan dana nasabah ke bank dan mengkonsolidasi data nasabah yang terindikasi terlibat judi online serta bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening terkait.
Nidhal memandang perlu upaya lebih untuk perlindungan konsumen, khususnya di ruang digital. Terlebih saat ini regulasi perlindungan konsumen yang berlaku (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999) belum mengakomodasinya.
Selain upaya penegakan hukum yang lebih tegas dan jelas melalui pengaturan pemerintah mengenai judi online, masyarakat juga perlu berpartisipasi dalam mendukung program dan inisiatif pemberantasan judi online serta turut mencegah kasus judi online terus meningkat di lingkungan masing-masing.
Pilihan Editor: Dampak Judi Online pada Kesehatan Mental Menurut Psikolog