TEMPO.CO, Jakarta - Survei Sistem Kesehatan Indonesia (SKI) mencatat angka stunting di Indonesia pada 2023 sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari 2022, 21,6 persen. Target yang harus dicapai pada 2024 adalah 14 persen.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut faktor pendidikan rendah sebagai salah satu tantangan dalam mengedukasi masyarakat tentang stunting. Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso, mengakui pihaknya tak mudah memberikan edukasi mengenai stunting kepada masyarakat.
"Memang harus diakui tidak mudah mengedukasi mencerdaskan masyarakat," kata Sukaryo di Semarang, Selasa, 25 Juni 2024.
Ia mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam memberikan edukasi tersebut, salah satunya faktor pendidikan. "Pertama tingkat pendidikan saat ini juga masih relatif rendah. Daya serap keluarga ini tentu tidak secepat yang pendidikan tinggi," jelasnya.
Bukan keturunan
Menurutnya, banyak yang beranggapan jika anak stunting memiliki tubuh yang pendek. "Berbicara isu stunting ini harus didalami betul. Orang mengenal stunting itu pendek, padahal tidak semua pendek itu stunting. Ada yang mengatakan stunting penyakit. Itu bukan penyakit sehingga tak perlu diobati," imbuhnya.
Ia menegaskan stunting bukan keturunan melainkan faktor makanan hingga lingkungan. "Stunting itu memang lebih pada tataran bagaimana pengasuhan yang baik dan faktornya tidak hanya makanan saja tapi juga lingkungan," tuturnya.
Menurut Sukaryo, dengan karakter masyarakat yang demikian masalah stunting perlu disosialisasikan secara sabar. "Jadi, mesti banyak-banyak sabar dalam sosialisasinya," tuturnya.
Ia juga menyebut Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program spesifik BKKBN dalam upaya penurunan angka stunting. "Makanya masih perlu kerja keras, misalnya lewat peningkatan kesertaan KB untuk tunda atau menjarangkan kelahiran di keluarga yang berisiko stunting dengan pelayanan KB pascapersalinan (KBPP)," kata Sukaryo.
Metode KBPP langsung digunakan sesaat setelah ibu bersalin sehingga menjadi upaya untuk menyikapi kesempatan yang hilang dalam pelayanan KB.
Pilihan Editor: Penanganan Stunting Tak Cukup Hanya dengan Makanan Tambahan