TEMPO Interaktif, Perayaan tahun baru Cina usai beberapa hari berlalu, tapi suasananya masih tersisa. Langit mendung dengan gerimis kecil pada Rabu lalu. Kala itu jam menunjukkan pukul 12 siang. Bagi masyarakat Tionghoa, hujan berarti rezeki yang berlimpah. Jejak suasana Imlek kian terasa sewaktu saya memasuki Table 8, sebuah restoran Cina yang baru dibuka di Hotel Mulia, Senayan.
Ornamen oriental menghiasi seluruh ruangan dengan warna-warna khas emas dan merah. Di tengah ruangan terdapat sejumlah pagoda berwarna biru dan merah menjulang dengan ketinggian beragam hingga enam kaki. Pagoda itu menjadi sekat antarruangan sekaligus menjadi hiasan yang indah. Table 8 Chinese restaurant ini menggantikan restoran Samudera Sharksfin dengan chef yang sama.
Sekitar sepuluh orang teman jurnalis beberapa media sudah berkumpul di ruangan khusus untuk memenuhi undangan jamuan makan siang. Mereka duduk mengelilingi dua meja marmer berwarna krem berbentuk elips yang kakinya berukir ikan. Tidak seperti umumnya hiasan oriental yang khas dengan warna-warna berani, ruangan itu lebih didominasi warna pastel, cokelat susu, dan krem, dengan sentuhan sedikit warna emas.
Menurut sang tuan rumah, Direktur Komunikasi Table 8 Romy Herlambang, restoran ini mengangkat tema interior gaya Chinoiserie, yakni perpaduan antara budaya Cina dan Prancis. Kemudian di depan ruangan yang dibatasi dinding kaca bening terhampar taman dengan kolam ikan dan seekor burung kakak tua, sehingga menimbulkan suasana yang sejuk.
Tiba-tiba datang seseorang pria mendekati meja. Tanpa bicara, ia mengeluarkan jurus kungfu. Kami pun terdiam melihat aksi pria tersebut. Berbeda dengan peragaan jurus kungfu yang biasanya menggunakan senjata tajam, pria ini "bersenjatakan" sebuah teko teh berwarna kuning dengan corong panjang hingga 50 sentimeter.
Rupanya ia sedang beraksi menuangkan air panas ke dalam gelas panjang dengan jurus kungfu yang indah. Romy tersenyum, karena berhasil memberikan kejutan bagi tamunya. "Dia disebut master tea, ahli teh yang secara khusus didatangkan dari Cina," katanya. Peragaan jurus kungfu memang menjadi salah satu bentuk hiburan unik yang disajikan restoran ini.
Pria itu menuangkan air panas ke dalam gelas yang berisi bola kecil berbalut daun teh. Setelah terendam air mendidih, bola itu perlahan-lahan mengapung, lalu mengembang dan mengeluarkan dua bunga berwarna jambon dan kuning. Rasa dan aromanya ternyata tidak terlalu spesial seperti aksi menuangkan air panas. Rasa minuman itu mirip teh Oca dari Jepang.
Setelah menyeruput teh panas, kami dihidangkan makanan pembuka. Ada empat jenis pilihan yang disajikan, yakni kulit salmon dengan bubuk cabai, lalu ada sepotong bebek panggang dengan roti pau, daging ayam asap, dan udang saus Thailand. Masing-masing memiliki rasa dan penyajian yang unik. Tapi udang saus Thailand memberikan rasa yang segar dengan potongan bawang berikut saus asam dan manisnya.
Sajian selanjutnya berupa sup dengan kuah bening plus potongan daging ayam, serta sejenis keong dan kerang, disertai rempah dari bunga Cordyceps. Restoran ini menyajikan dua jenis menu, yakni hidangan Kanton dan Sichuan. Ini berbeda dengan restoran Cina pada umumnya, yang lebih banyak menyajikan hidangan Kanton saja, tapi belum banyak yang menyajikan jenis makanan Sichuan, yang identik dengan rasa pedas.
Cabai dan ladanya khusus didatangkan dari Sichuan. Bentuknya berupa cabai berukuran besar yang sudah dikeringkan, dan ada pula yang berbentuk bubuk. Rasanya luar biasa pedas, menimbulkan rasa panas di mulut. Kalau tidak tahan pedas, bisa sampai mengeluarkan air mata.
Awalnya, kami tak percaya, karena beberapa menu makanan yang sudah disajikan tidak ada yang terasa pedas, meski dicampur bubuk ataupun potongan cabai. Udang mayones dengan wasabi lebih terasa manis, begitu pun dengan beef rib.
Romy pun mengeluarkan salah satu menu favorit, chicken wing Sichuan style, yang disajikan di atas mangkuk mi dengan potongan cabai. Benar saja, mata saya langsung berkaca-kaca karena kepedasan. Rasanya tidak hanya pedas, tapi juga panas, dan merata di seluruh mulut. Ini kejutan kedua.
Perut saya sudah terasa penuh, namun masih ada beberapa jenis hidangan lainnya. Restoran ini memang memiliki beberapa pilihan hidangan yang jumlahnya sampai 80-an macam. Pengunjung bisa memilih hidangan yang disajikan a la carte dengan tujuh macam set atau yang disajikan buffet untuk makan sepuasnya. Harganya pun beragam, dari puluhan ribu hingga lebih dari Rp 2 juta per orang, karena pasarnya memang ditujukan untuk kalangan menengah ke atas.
Setelah menghabiskan makanan utama, saatnya menikmati hidangan penutup. Kali ini kami disajikan yoghurt dengan topping potongan buah-buahan, cokelat, dan kacang. Hidangan penutup terasa segar dengan pilihan rasa yoghurt polos, mangga, atau buah campuran. Selain itu, ada buah maupun puding.
Tanpa terasa, hari sudah menjelang sore. Kami pun berpamitan pulang, sambil terngiang dua kejutan yang disajikan: aksi kungfu dan rasa pedas yang membuat mata berlinang.
Aqida Swamurti