TEMPO.CO, Jakarta - Bagi sebagian perancang busana, batik sering dijadikan dasar terciptanya sebuah mahakarya. Coraknya yang beragam selalu menggoda untuk dipadupadankan dengan budaya lain, termasuk budaya kontemporer.
Kali ini Bai Soemarlono dan Joe Lim, Creative Director Populo Batik, mempersembahkan koleksi rancangan mereka yang bertema Sporty Nostalgic, 80th Disco Fever dan The Glamorous 1920s dalam peragaan busana yang bertajuk “Populo Batik Hi-Lo Show”.
"Babak pertama bertema Sporty Nostalgic. Sesuai dengan namanya, kami mempersembahkan tampilan yang sporty dengan potongan ergonomik," ujar Bai saat konferensi pers di The Hall, Senayan City, Jumat, 3 Juni 2016.
Pada babak ini pula, unsur budaya kontemporer, seperti yang diusung dalam film Star Wars, dipadukan dengan batik Grinsing, Truntum, dan Beras Wutah. Ketiga jenis batik tersebut memiliki makna yang sesuai dengan karakter-karakter dalam film Star Wars.
Sedangkan pada babak kedua, Populo Batik mempersembahkan tampilan ala disko tahun 1980-an di sebuah klub di Kota New York. "Tampilan ini didominasi tampilan teknik bordir 3 dimensi berwarna kuning emas. Style-nya terlihat lebih nakal," ucap pria yang pernah menetap di Berlin, Jerman, ini.
Tak sampai di situ, penonton pun dibuat kagum oleh perpaduan budaya tradisional dengan budaya Barat pada 1920-an. "Pada babak ini, kami terinspirasi oleh gaya suit yang rapi," kata Bai.
Bai menjelaskan, detail batik yang terdapat pada busana-busana tersebut merupakan hasil pekerjaan tangan potongan batik yang kemudian ditempel lagi. "Jadi di sini banyak sulaman," katanya.
Semua koleksi dirancang dengan dua pola baru dengan efek tiga dimensi untuk memunculkan kesan Hi-Lo, yakni memadukan rancangan yang tercipta dari tradisi dengan tampilan yang modern.
DINI TEJA