Fadli menuturkan sejauh ini komunitas Detectives ID baru terbentuk di Jakarta dan Bandung. Tidak ada iuran keanggotaan yang dipungut. "Kami biasanya patungan kalau ada acara seperti festival, untuk biaya sewa stan," kata Fadli, yang ketika itu ditemani oleh anggota komunitas Detectives ID lainnya, Banu Punto Aji.
Baik Fadli maupun Aji punya bacaan favorit yang berbeda. Fadli lebih menyukai kisah detektif Amerika yang klasik dibandingkan dengan Jepang. "Tapi saya baca juga serial Conan dan Kindaichi," kata dia. Sedangkan Aji menyukai film-film karya J.K. Rowling. "Saya suka yang kekinian, modern," kata karyawan bank ini.
Namun keduanya sama-sama menyukai karya Agatha Christie dan kisah Sherlock Holmes. Komunitas ini juga sudah dua kali terlibat dalam kegiatan bersama Sherlockian. Rencananya, Januari mendatang, Detectives ID pun berkontribusi. "Karena bertepatan dengan Januari itu, film Sherlock Holmes season 4 tayang," kata Aji.
Aji menuturkan tertarik dengan kisah detektif karena selalu ada tahapan-tahapan yang harus dipecahkan hingga akhir buku atau film. "Dan itu membuat penasaran."
Senada dengan Ismia, 47 tahun, yang menyukai kisah detektif dari menyaksikan serial Hunter di TVRI ketika masih duduk di bangku SD. "Tiba-tiba senang aja, bisa ada kasus yang diselidiki, kemudian dipecahkan," kata penulis lima novel detektif ini ketika dihubungi Tempo. Karya-karyanya berjudul Nyanyian Kematian, Rahasia Naskah Terakhir, Prahara Dakota, Sang Profesor, dan Wisata Maut.
Ia mengatakan tergabung dengan @Detectives_ID sejak Mei 2016. Selain aktif di Twitter, ia berkomunikasi dengan para penggemar di WhatsApp Group. Meski belum pernah kopi darat, karena berdomisili di Kuningan, Jawa Barat, pemilik nama pena Mia Mutiara ini merasakan manfaatnya, seperti berkomunikasi dengan polisi yang tergabung di grup.
"Saya bisa mendapatkan masukan dari para polisi. Karena di novel detektif yang saya buat, tokoh Andi Syahrul yang saya ciptakan bersahabat dengan Indra Syafii, anggota kepolisian," kata ibu tiga anak ini. Ia pun secara tidak langsung menurunkan hobi membaca cerita detektif ke anak-anaknya lewat koleksi bu_ku yang dimilikinya, seperti Sapta Siaga dan Lima Sekawan
Fadli menuturkan bahwa komunitas ini juga beranggotakan polisi dan pakar kriminologi. Dari mereka pula, para anggota mendapatkan pemahaman antara lain tentang penyidikan dan penyelidikan kasus. Termasuk membahas tentang kejanggalan kasus Jessica di grup WA. "Tapi tidak untuk dibicarakan di publik," dia berujar. Anggota grup WA sekitar 50 orang.
Anggota komunitas, kata Fadli, terdiri atas tiga grup, yakni penggemar (fan), pengarang (writer), dan penulis (author) buku. "Siapa pun yang minat menulis buku bisa lewat komunitas ini," kata Fadli, yang menjadi salah satu editornya." Di komunitas ini, rentang usianya 14-50 tahun. "Kalau di luar negeri, penggemar cerita detektif sudah tua-tua. Ada yang kakek-kakek," kata anggota Mystery Lover—penyuka cerita detektif internasional—sekaligus admin Sherlock Holmes Fan perwakilan Asia Tenggara ini.
Detectives ID, menurut dia, juga memiliki keunikan dibandingkan dengan komunitas serupa karena membahas topik dan tidak menghujat karya orang lain. Ia tidak menampik anggapan bahwa banyak komunitas yang bubar karena perbedaan pendapat. "Di sini, kami rata-rata adalah orang-orang yang ingin memperluas wawasan." MARTHA WARTA SILABAN