TEMPO.CO, Jakarta - Kian hari, jumlah bioskop jaringan kian bertambah. Namun sejumlah penonton film mulai mengalihkan pandangannya ke bioskop-bioskop alternatif. Hal ini tak lepas dari mulai menjamurnya bioskop alternatif di Jakarta.
Tercatat, nama-nama bioskop alternatif, seperti Kineforum, Paviliun 28, Subtitles, Radiant Cinema, dan Kinosaurus. Tempat-tempat itulah yang kerap menjadi tujuan warga Jakarta menonton film.
Banyak penonton yang merasa film yang ditawarkan bioskop alternatif berbeda dengan bioskop jaringan. Mutya Hanifah, 27 tahun, mengaku sering datang ke bioskop alternatif karena kriteria filmnya sesuai dengan seleranya. “Filmnya tidak mainstream, bagus banget dari segi cerita,” kata dia saat ditemui, Senin, 11/9.
Soal film, Mutya merasa banyak film yang diputar di bioskop alternatif telah mendapatkan apresiasi dalam festival-festival internasional dan lebih berani dari sisi cerita. Setidaknya dua kali dalam sebulan dia menonton film di bioskop alternatif.
Mutya menuturkan, dia juga mendapat pengalaman berbeda kala menyaksikan film di bioskop alternatif. Ia mengingat acara bioskop terbuka yang diadakan Kineforum di Monumen Nasional beberapa tahun lalu. Acara tersebut sangat berkesan baginya dan memberikan pengalaman baru dalam menonton film. “Menonton film di luar ruangan, ada pemandangan Monas, ada kereta api. Seru.”
Saking antusiasnya, Mutya sampai merasa perlu mengecek jadwal pemutaran film di bioskop-bioskop alternatif. Terlebih, banyak film Indonesia yang sudah tidak tayang di bioskop diputar di bioskop alternatif. Saat ini, ia sedang mencari bioskop yang menayangkan film Istirahatlah Kata-kata karya sutradara Yosep Anggi Noen.
Hal lain yang menjadi daya tarik bagi Mutya adalah bioskop alternatif memberikan ruang bagi film-film dokumenter yang sangat digemarinya. “Keterbatasan tempat juga menjadi daya tarik untuk datang. Yang nonton sedikit, bisa merasa spesial,” ujarnya.
Selanjutnya: Ruang Apresiasi Pembuat Film Debutan