TEMPO.CO, Jakarta-Di depan sekumpulan ikan-ikan besar, kendali Ari Malik di kedalaman tujuh meter terjaga baik. Tangannya mengokang karet pelontar panah yang tersemat di senapan (spear gun). Setelah konsentrasi sebentar, ia dengan cepat menembakkan panah yang terhubung dengan tali itu ke sasaran ikan di depannya. Tepat di kepala. Ikan besar itu sempat memberontak sebentar, tapi kemudian mati.
“Kendali harus penuh, pastikan teman kita tidak berada di depan. Salah-salah bisa nembak teman sendiri,” kata pria 32 tahun ini menjelaskan sambil menunjukkan video saat sedang melakukan spear fishing di Pulau Genteng Kecil, Kepulauan Seribu, miliknya.
Saat menembak ikan itu, Ari amat hati-hati. “Prinsip menghormati buruan juga harus dijaga. Saya akui saya membunuhnya, tapi jangan bikin dia kesakitan terlalu lama, jadi harus tepat sasaran di titik lemahnya, yakni di kepala dan tulang tengah,” ujar cucu Wakil Presiden ketiga Indonesia, Adam Malik ini. Ari biasa berburu ikan bersama sepupunya Tomay Malik sepekan sekali. “Spearfishing harus ada buddy, demi keamanan.”
Untuk mengasah kemampuannya menembak ikan, setiap hari ia berlatih sendiri di kolam renang rumahnya, di Cirendeu, Tangerang Selatan. Pengusaha alat-alat menembak ikan itu mengenal olah raga ekstrem ini sejak 1998. “Saya dikenalkan oleh Tomay karena memang suka berburu,” ujarnya. Adapun Tomay sudah mengenal menembak ikan setahun sebelumnya. “Kebetulan saya dulu tinggal di Amerika,” Tomay menimpali.
Olah raga ini disebut olah raga ekstrem lantaran harus benar-benar memiliki kendali diri yang amat tinggi. Seorang spearo –sebutan untuk penembak ikan- adalah penyelam bebas tanpa alat yang dilengkapi senjata panah untuk menembak ikan. Walhasil, ia harus bisa mengetahui batas kemampuan dirinya berada di kedalaman air selayaknya freediver dan menggunakan senjatanya dengan aman. “Jangan sampai keasyikan menunggu ikan, tanpa kita sadari sudah lama di dalam air dan akhirnya black out dan pingsan di tempat,” kata Tomay.
