Katarak Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia
Reporter
Mitra Tarigan
Editor
Mitra Tarigan
Rabu, 4 Oktober 2017 15:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 70-80 persen penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak. Selain itu, 10-15 persen gangguan penglihatan lain terjadi karena kelainan refraksi.
Survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB), yang dilakukan Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia (Perdami) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada 2014-2016, menunjukkan prevalensi kebutaan penduduk di atas 50 tahun sebesar 3 persen. Survei itu dilakukan di 15 provinsi di Indonesia. Dalam rilisnya, Kementerian Kesehatan menyebut survei di 15 provinsi itu sudah mencakup 65 persen jumlah penduduk Indonesia.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan indeks pembangunan meningkat hingga 70 persen. “Ada beberapa penyakit yang tidak bisa dicegah, tapi kita bisa bantu dengan rehabilitasi, salah satunya katarak atau kekeruhan lensa,” katanya dalam keterangan pers.
Baca: Setiap Tahun, Jumlah Penderita Katarak Bertambah 240 Ribu Orang
Penyakit katarak, kata Nila, salah satunya disebabkan usia lanjut. Usia lanjut akan berdampak terhadap peningkatan gangguan penglihatan secara langsung, yakni katarak, dan secara tidak langsung, yakni retiniopati diabetikum. “Khusus untuk katarak, satu-satunya cara untuk mencegah kebutaan akibat katarak adalah dengan operasi,” ujarnya.
Selain katarak yang diderita kaum lanjut usia, ada pula kelainan refraksi yang menjadi penyebab utama gangguan penglihatan pada anak-anak. Kelainan refraksi terbagi menjadi empat, yaitu kelainan mata minus (miopia), mata plus (hipermetropia), mata silinder (astigmatisma), atau mata yang membutuhkan kacamata plus untuk membaca (presbiopia). Kacamata atau lensa kontak merupakan alat bantu penglihatan yang dapat mengoreksi kelainan refraksi itu. Selain itu, ada bedah refraktif dengan teknologi canggih menggunakan laser untuk mengobati penderita kelainan refraksi.
Baca: Awas, Katarak Mulai Menyasar Usia Produktif
Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada kecerdasan siswa dan proses penerimaan informasi dalam kegiatan belajar. Deteksi dini atau screening gangguan refraksi pada anak, khususnya anak sekolah dasar, sangat penting dilakukan.
Gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditangani dengan sungguh-sungguh oleh semua pihak. Selain itu, gangguan penglihatan dan kebutaan dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas masyarakat Indonesia.