Cegah Stunting, Pentingnya Investasi Kesehatan pada Remaja
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 17 September 2018 05:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Remaja senang sekali melakukan diet. Riky Tan ingat saat melakukan diet karena lingkungan sosialnya. Pekerja wirausaha itu masih duduk di semester 3 di bangku kuliah saat 7 tahun lalu melakukannya. Ia mengaku tidak percaya diri dengan tubuhnya . Wanita asal Riau ini kagum melihat teman-temannya sesama perempuan yang sangat cantik dan menjaga penampilannya. "Saya sempat tidak percaya diri dengan diri saya sendiri, mungkin selama ini tinggal di daerah berasa biasa aja liat cewek-ceweknya, tetapi sejak pindah ke Jakarta saya melihat mereka cantik dan menjaga penampilan semua," kata Riky yang berhasil menurunkan berat badannya dari 63 kilogram menjadi 50 kilogram dalam waktu satu tahun.
Baca: 4 Hobi yang Wajib Dipelajari Remaja
Masalah sosial memang salah satu hambatan para remaja dalam menjaga kesehatan diri. Tidak hanya karena tekanan lingkungan, tidak jarang mereka kerap mengikuti tokoh selebriti pujaan mereka tanpa memahami kecukupan gizi yang mereka butuhkan. Akibatnya, berbagai masalah gizi pun muncul.
Pemerintah mengatakan salah satu masalah kesehatan remaja saat ini adalah double burden, yaitu masalah kekurangan gizi juga kelebihan gizi. Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan bahwa persentase daerah Indonesia yang memiliki persentase remaja yang sangat kurus adalah daerah Nusa Tenggara Timur dengan 5,9 persen. Ada pula empat daerah yang mengalami persentase remaja dengan obesitas tertinggi, yaitu 2,6 persen. Keempat daerah itu adalah DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali mengakui selama ini pemerintah lebih fokus pada kesehatan ibu dan anak sejak 1990 hingga program Millenum Development Goals berakhir pada 2015. "Isu gizi remaja termasuk ilmu baru bagi kami," kata Pungkas saat dihubungi Senin 23 Agustus 2018.
Baca: Banyak Remaja Terinspirasi Bibir ala Kylie Jenner, Ini Kata Ahli
Pemerintah, kata Pungkas, baru sadar bahwa sudah saatnya memikirkan kesehatan remaja saat merinci Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. "Indonesia akan menghadapi bonus demografi saat jumlah masyarakat usia produktif, di antaranya remaja, akan lebih banyak di banding dengan masyarakat non produktif," kata Pungkas yang mengatakan sudah memasukkan unsur kesehatan remaja pada RPJMN 2015-2019.
Dalam rencana lima tahunan itu, target pemerintah adalah hingga 2019, sebanyak 45 persen puskesmas di Indonesia menyelenggarakan kegiatan Kesehatan Remaja. Ada pula target 30 persen remaja puteri harus mendapat tablet penambah darah untuk mencegah terjadinya anemia. Kementerian Kesehatan mengklaim sudah ada 4.100 lebih atau sekitar 60an persen pusat kesehatan masyarakat yang memberikan pelayanan kesehatan remaja itu. "Kami juga lakukan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ke sekolah-sekolah. Programnya mengukur tinggi badan anak dan remaja di SD, SMP dan SMA setahun sekali serta melakukan penyuluhan antar sekolah," kata Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina pada 24 Agustus 2018.
Baca: Beri Pendidikan Seks pada Remaja, Harus Ditakut-Takuti?
Kementerian Kesehatan, kata Eni, juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama serta Kementerian Dalam Negeri untuk wajib menyediakan fasilitas olahraga di setiap sekolahnya. "Sekolah wajib menyediakan fasilitas olahraga. Bisa dalam bentuk lapangan badminton atau lapangan lain, minimal anak bisa melakukan 4 L, yaitu lempar, lompat, loncat dan lari," kata Eni yang berharap para remaja itu bisa bergerak aktif.
<!--more-->
Berbagai kegiatan sehat di sekolah itu nantinya akan dinilai dalam ajang lomba sekolah sehat setahun sekali. Selama ini penilaian yang diberikan dalam ajang itu adalah aktivitas dan fasilitas setiap sekolah. "Mulai 2019 atau 2020, penilaian akan kami ubah untuk melihat kualitas anak sekolahnya apakah ada yang kekurangan atau kelebihan gizi," katanya.
Eni mengakui masih ada kekurangan dalam mengingatkan remaja terkait gaya hidup dan nutrisi sehat. "Untuk remaja, perlu ada guru yang bisa mengedukasi kesehatan kepada para muridnya. sumber daya manusia di puskesmas kami terbatas," kata Eni.
Project Manager Young Health Programme (YHP) dari Yayasan Plan International Indonesia (YPII) Fahmi Arizal mengatakan masalah yang dihadapi remaja itu rata-rata berasal dari keluarga. "Sehingga apakah asupan remaja itu baik atau tidak itu tergantung komunikasi di keluarganya," kata Fahmi.
Baca: Jerawat dan 2 Masalah Ini Kerap Menghantui Usia Remaja
Fahmi pun mendukung adanya konsep keluarga dalam program utama Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang digadang-gadangkan pemerintah. Pemerintah memiliki banyak program bagus, namun ada beberapa tantangan yang perlu diperbaiki dalam implementasi program itu. Misalnya dalam konsistensi dan pengawasan. Fahmi mengatakan masih banyak petugas puskesmas yang tidak terinformasi dengan baik tentang kebijakan pemerintah pusat. Selain itu, ia pun menilai masih ada tenaga kesehatan di puskesmas yang kurang memahami masalah remaja. "Bayangkan, kami sudah pernah berikan pelatihan 1-2 tahun, tiba-tiba petugas itu harus dirotasi ke tempat lain. Akibatnya kami perlu melakukan orientasi tentang remaja dari awal lagi kepada petugas baru," katanya.
Implementasi yang menjadi kendala lain adalah dalam koordinasi antara lembaga. Ketika Kementerian Kesehatan kesulitan sumber daya manusia untuk melakukan penyuluhan, maka guru dan kurikulum sekolah yang ada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seharusnya memiliki peran untuk mengatasi masalah itu. Sayangnya proses kolaborasi itu tidak bisa cepat berhasil. "Saya pernah pengalaman untuk memasukan kesehatan reproduksi remaja dalam kurikulum dan penting diajarkan para guru. Tapi penolakan dan hambatan birokrasi masih ada di banyak titik," kata Fahmi yang pernah menjadi penyuluh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
Selain pemerintah, Fahmi berpendapat butuh juga untuk mengajak orang tua untuk ikut serta menjamin kesehatan remaja seperti program utama pemerintah. Namun tantangan lain pun hadir dari masalah sosial. Saat ini semakin banyak orang tua yang bekerja dan tidak pernah di rumah. Akhirnya interaksi antara orang tua dan anak pun sulit dilakukan sehingga tidak jarang remaja mengikuti gaya hidup atau berteman dengan orang yang tidak tepat. "Masalah remaja itu berasal dari keluarga, bagaimana komunikasi dia di rumah, apakah dia mendapatkan pendidikan tentang kesehatan remaja di keluarga?" kata Fahmi yang mengakui keluarga adalah pondasi utama untuk kesehatan remaja.
Ahli gizi Tan Shot Yen mengatakan gizi pada remaja adalah cermin sampai atau tidaknya pesan gizi kepada keluarga dan manusia calon pembentuk keluarga. Tan mengatakan diet yang dilakukan remaja seperti Rika memang banyak dilakukan remaja, tapi masyarakat perlu ingat, untuk mendapatkan bentuk tubuh atau berat badan proporsional itu bukan terjadi karena diet. “Tapi karena pemasukan dan pengeluaran kalori yang imbang atau disesuaikan dengan kebutuhan tubuh,” kata Tan.
Masalah kekurangan gizi atau juga kelebihan gizi yang dialami remaja di berbagai daerah di Indonesia bisa mengakibatkan anemia. Anemia itu bisa memperburuk kondisi kesehatan seseorang, khususnya anak perempuan, ketika mereka menjadi ibu nanti. Alasannya mereka dikhawatirkan melahirkan anak yang stunting.
Tan menyarankan agar masyarakat mengetahui mengapa orang bisa anemia. Menurut Tan, orang kurus maupun orang obesitas bisa mengalami obesitas. “Jika asupan gula garam lemaknya tinggi, tapi tidak kaya akan protein bahkan tidak punya kandungan zat besi yang cukup maka orang yang obesitas pun bisa mengalami anemia,” kata Tan.
Selain mengkonsumsi asupan kaya zat besi, untuk berperang melawan anemia pada remaja,Tan juga menyarankan agar anak remaja juga perbanyak makan sayur dan buah. “ Vitamin C, sayur, dan buah mempercepat penyerapan zat besi. Sebaliknya, kafein dalam teh dan kopi, serta kalsium dan serat berlebihan bisa menghambat penyerapan zat itu,” kata Tan yang tidak menyarankan makan nasi berbarengan dengan teh, seperti yang kebanyakan dilakukan para remaja.
Baca: Remaja Butuh Ruang Aman agar Tidak Bunuh Diri
Eni setuju dengan pentingnya mengkonsumsi sayur dan buah lebih banyak untuk remaja. Bila ada remaja yang kesulitan makan sayur dan buah, pemerintah sedang mengkampanyekan makan daun kelor yang ada dalam bentuk kapsul atau pun sayur. “Daun kelor, yang dulunya dianggap daun penuh mistis, ternyata mengandung zat besi yang tinggi. Kita Manado sudah biasa makan itu, sehingga anemia di daerah itu sangat rendah,” kata Eni yang berharap masyarakat daerah lain mengikuti kebiasaan baik masyarakat Manado ini.