Diet Enak Bahagia Menyenangkan Kian Populer, Ini Kata Dokter
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Kamis, 29 November 2018 05:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aslamah, 38 tahun,adalah penganut diet enak bahagia menyenangkan (DEBM). Diet Enak Bahagia Menyenangkan (DEBM) kini populer di kalangan warganet. Sejak muncul pada Februari tahun lalu, akun media sosial metode diet dari Indonesia ini sudah memiliki pengikut lebih dari sejuta.
Baca: Diet Enak Bahagia Menyenangkan Sedang Populer, Bagaimana Caranya?
Penggagasnya, Robert Hendrik Liembono, menjanjikan penganut diet ini bisa kurusan sonder puasa makanan enak. Ia mengatakan pola makannya tak membuat sengsara. “Dan menyenangkan karena diet ini diciptakan khusus untuk mereka yang hobi makan dan malas berolahraga, tapi ingin langsing,” kata Robert, Rabu tiga pekan lalu.
Cara menguruskan badan ala DEBM tak harus dengan berolahraga, apalagi minum obat. Robert, 30 tahun, hanya meminta mereka yang mengikuti metodenya mengubah pola makan. Lupakan nasi, gula, buah yang mengandung gula tinggi, umbi-umbian, dan mi atau aneka olahan tepung lain. “Kami sama sekali enggak anti-karbo, tapi jumlahnya diminimalkan,” ujar pria yang kini tinggal di Bandung itu.
Robert menyebutkan karbohidrat adalah salah satu biang keladi kegemukan. Kalau dimakan pada saat dan dengan cara yang tepat, sumber energi instan ini akan bermanfaat. Misalnya sebagai sumber tenaga bagi para atlet, kuli bangunan, dan tukang becak.
Semua ilmu ini Robert pelajari dari Internet. Robert tak berlatar belakang medis, juga tak pernah menguji dietnya secara klinis. Semua sumber dari dunia maya itu ia langsung praktikkan pada tubuhnya. Beberapa tahun lalu, berat badan Robert pernahmelonjak drastisdari 78kilogrammenjadi 107 kilogram. Setelah mengikuti DEBM ini, beratnya turun kembali menjadi 75 kilogram.
Aslamah mendapati tubuhnya jadi langsing setelah berdiet DEBM selama delapan bulan.Perempuan asal Jambi ini merasakanmasalah tubuhnyahilang. “Dulu saya sering sakit di area tengkuk dan leher karena kolesterol tinggi, pernah sampai enggak bisa bangun tiga hari,” tuturnya.
Bella Aditama Kurniawan, 23 tahun, juga pengikut DEBM. Bobotnya turundari 68kilogrammenjadi 51 kilogramsetelah setahun menjalani diet ini. Rasa sakit di leheryang ia deritasejak di sekolah menengah atas juga lenyap. “Dokter bilangsakitnyakarena kurang kalsium, tapi dikasih obat enggak pernah sembuh. Ikut DEBM malah enggak pernah sakit lagi,” ucap Bella, yang tinggal di Cikarang,Bekasi, Jawa Barat.
Baca: Konferensi Keanekaragaman Hayati Bahas Diet untuk Kesehatan
Namun, menurut dokter spesialis gizi klinik Gaga Irawan Nugraha, hasil yang mereka dapatkan itu hanya sementara. Kalau diterapkanterus-menerus, diet ini malah akan berbahaya bagi tubuh. Memangkas karbohidrat besar-besaran akan membuatpemecahan lemak dan protein tubuh menjadi tinggi. Pemecahan protein berisikomenjadikanototdan massa organlebih kecil. Selain itu, beban ginjal akan meningkat.“Hati-hati yang punya masalah ginjal,”kata dokter yang berpraktik di Rumah Sakit dr Hasan Sadikin, Bandung, itu.
<!--more-->
Menurut ahli gizi Tan Shot Yen, penyakit yang tiba-tiba lenyap setelah penerapan DEBM bisa jadi adalah masalah yang disebabkan oleh kelebihan karbohidrat. Tapi, dia menambahkan, mengurangi konsumsi karbohidrat secara drastis terbukti mengakibatkan sakit kepala, rasa lelah dan lesu, serta sembelit.
Baca: Demi Diet, Berapa Kalori Ideal Anda?
Dalam jangka panjang, efek diet sangat rendah karbohidrat serta tinggi protein dan lemak,seperti diet ketogenik,juga mesti diwaspadai. Penelitiankohor selama 20 tahunyang laporannya dipublikasikan National Center for BiotechnologyInformation pada Mei 2017menunjukkan diet rendah karbohidrat, tinggi protein, dan tinggi lemak terbukti berisiko mengakibatkan penyakit jantung, gangguan pembuluh darah, dan perlemakan hati. Penelitian dilakukan dengan membandingkan kelompok yang terpapar diet rendah karbohidrat, tinggi protein, dan tinggi lemak dengan kelompok yang tak terpapar diet tersebut.
Cara memasak dengan menggoreng atau menumismenggunakan minyak yang mengandung lemak trans jugameningkatkan risiko gangguan jantung dan pembuluh darah. “WHO (Badan Kesehatan Dunia) saja gigih menghapus lemak trans pada 2023,” ucap Tan.
Alih-alih mengikuti diet yang berisiko, baik Tan maupun Gaga menyarankan orang-orang menerapkan diet seimbang. Meski prosesnya lambat, jika diet diterapkan dengan konsisten, badan akan sehat.
Dalam diet ini, porsi karbohidrat 50-55 persen dari makanan yang dikonsumsi dan sebaiknya berasal dari nasi serta buah-buahan. Selain itu, karbohidrat sederhana yang mudah dicerna, seperti tepung dan gula, seyogianya dihindari. Adapun lemak maksimum 30 persen dan protein 15-20 persen. “Juga jangan lupa serat, karena ini mengurangi serapan lemak dan kolesterol. Ditambah selingan buah-buahan yang berair banyak,” kata Gaga.
Baca: Lemak, Benarkah Biang Keladi Kegemukan? Cek 5 Khasiatnya
Berolahraga, menjaga kebersihan, dan minum tak boleh dilupakan. Tan juga menyarankan berolahraga 30 menit setiap hari, mencuci tangan sebelum makan, dan memproses makanan. “Serta cukup minum,”tuturnya.
NUR ALFIYAH, ANWAR SISWADI (BANDUNG) | MAJALAH TEMPO