Agar Tidak Cedera Saat Lomba Lari Marathon, Tilik Tips Ini
Reporter
Praga Utama TNR
Editor
Mitra Tarigan
Minggu, 23 Desember 2018 08:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lari memang olahraga sederhana karena bisa dilakukan di mana saja dan tak membutuhkan peralatan khusus. Tapi jika seseorang ingin serius menekuni olahraga ini dan mengikuti lomba maraton, program latihan adalah satu hal yang tak boleh diremehkan. Orang-orang seperti Andri Yanto, yang tugasnya mengawal para pelari amatir untuk meningkatkan kemampuannya. Andri adalah pelatih lari asal Jakarta yang sudah belasan tahun malang melintang di dunia olahraga "Latihan juga bermanfaat untuk mencegah cedera dan kejadian lain yang tak diinginkan ketika lomba."
Baca: Run For Rebuild, Hendra Wijaya Berlari 2400 Km untuk Korban Gempa
Menurut Andri, proses dan program latihan yang dijalankan tak pasti sama untuk setiap orang. "Soal program ini, masalah gender tak berlaku," kata Andri. Sebab kemampuan fisik setiap orang berbeda-beda. "Untuk klien perempuan saya yang fisiknya lebih baik, tentu programnya lebih intensif dan berat. Sebaliknya, kalau kemampuan fisiknya masih jelek, tentu harus dilakukan bertahap."
Idealnya, seorang pelari yang hendak mengikuti lomba atau acara maraton, mulai berlatih minimal 16 minggu sebelumnya. Untuk masalah waktu latihan, ini tak bisa ditawar karena ada alasan ilmiahnya. Jika latihan dilakukan 12 minggu sebelum lomba atau kurang, kata Andri, risiko terjadinya cedera dan keletihan semakin besar. "Tubuh sulit beradaptasi kalau program latihan terlalu mepet."
Menurut Andri, tugas pelatihlah untuk memantau perkembangan kemampuan pelari dari minggu ke minggu. Dari perkembangan itulah, pelatih menentukan program latihan. Program yang dirancang bervariasi, misalnya, tahap awal dirancang untuk melatih daya tahan (endurance), kemudian tahap berikutnya untuk meningkatkan kecepatan, dan sebagainya. Uniknya proses latihan bisa dilakukan sendiri tanpa harus didampingi pelatih. "Biasanya saya memantau jarak jauh saja. Setiap habis latihan masing-masing, klien saya melaporkan catatan waktunya yang tercatat di aplikasi ponsel." Data itulah yang digunakan Andri untuk mengevaluasi dan menentukan program latihan berikutnya.
Toh tak semua pelari merasa memerlukan pelatih. Staf Khusus Presiden Adita Irawati yang menekuni lari sejak lima tahun lalu mengaku baru dua kali berlatih didampingi pelatih. "Paling kalau mau ikut lomba serius," kata Adita kemarin. Menurut dia, peran pelatih penting untuk menentukan rencana dan program latihan. "Tapi untuk sehari-hari saya berlatih sendiri saja." Apalagi kesibukan pekerjaan Adita tak dapat ditebak.
Untuk menyiasati waktu kerja yang padat itu, Adita kerap menyempatkan diri untuk berlatih saat senggang. "Untungnya kantor kan dekat Monas, biasanya sebelum pulang saya lari dulu di sana." Tak jarang ia memanfaatkan jam istirahat makan siang untuk berolahraga di pusat kebugaran yang ada di Kompleks Istana Kepresidenan. "Saya sudah merasakan manfaat lari, tubuh jadi lebih segar dan tidak gampang sakit, jadinya ketagihan, kapan pun ada waktu pasti saya sempatkan untuk latihan."
Baca: Jarang Terdeteksi, Tilik Gejala Heat Stroke Saat Lari
Adita mengakui, kebiasaan berlatih akan membuat kemampuan tubuh saat mengikuti lomba atau acara lari jarak jauh semakin meningkat. "Latihan itu untuk membiasakan otot, meningkatkan daya tahan dan kekuatan tubuh." Saat ini, setidaknya ia berlatih tiga kali seminggu. Agar tak bosan, Adita kerap menetapkan target pribadi setiap kali berlatih. "Misalnya target menambah jarak atau kecepatan."