Tekan Penularan Covid-19, Epidemiolog Nilai Pentingnya Karantina 28 Hari

Reporter

Antara

Senin, 8 Februari 2021 21:18 WIB

Warga melintas di Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. Pemprov DKI Jakarta sedang mempertimbangkan penerapan lockdown akhir pekan guna menanggapi kegagalan PPKM dan menekan penyebaran wabah COVID-19. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif Ph.D mengatakan karantina dua kali masa inkubasi atau 28 hari jauh lebih efektif diterapkan dibanding karantina akhir pekan untuk mencegah penularan COVID-19.

"Karantina akhir pekan itu tidak akan efektif," katanya.

Secara epidemiologi, penerapan karantina wilayah akan jauh lebih efektif selama 28 hari. Artinya, selama dua kali masa inkubasi tersebut orang-orang yang terinfeksi bisa sembuh, yang tentunya juga dibantu pengobatan. Namun, jika pemerintah hanya menerapkan karantina akhir pekan saja maka pencegahan COVID-19 tidak akan berhasil.

"Kalau karantinanya cuma setiap minggu itu sama saja omong kosong," tegasnya.

Bahkan, langkah itu dinilainya hanya akan semakin mempersulit ekonomi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Meskipun demikian, ia meragukan kebijakan itu bisa diterapkan sebab karantina dua kali masa inkubasi butuh persiapan dan akan memakan anggaran yang besar. Apalagi, selama 28 hari tersebut akan berdampak luas bagi sektor-sektor perekonomian di Tanah Air.

Advertising
Advertising

"Jadi, itu kalau mampu sebab dampak ekonominya akan besar," kata Syahrizal.

Baca juga: Jenis Barang yang Perlu Dibawa Pasien Covid-19 untuk Karantina di RS

Namun, bila pemerintah tidak siap untuk menerapkan karantina 28 hari maka penerapan protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun wajib terus dipatuhi. Bahkan, jika perlu masyarakat yang terbukti melanggar protokol kesehatan harus didenda lebih besar agar memberikan efek jera.

Secara pribadi, selama ini ia menilai pemerintah belum cukup tegas dalam penegakan aturan kepada pelanggar protokol kesehatan. Sebagai contoh, masih banyak ditemukan restoran yang tidak patuh protokol kesehatan.

"Contohnya masih banyak restoran yang satu meja diisi enam orang, padahal saat makan orang tidak pakai masker," tuturnya.

Terakhir, ia mendorong pemerintah agar terus memperbaiki penelusuran orang-orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19. Hal itu dapat pula dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Selain itu, untuk membantu percepatan penelusuran disarankan agar pemerintah memberdayakan atau merekrut mahasiswa ilmu kesehatan supaya pekerjaan di lapangan lebih cepat.

Berita terkait

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

1 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

2 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

2 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

6 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

9 hari lalu

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

Cacar monyet atau Mpox bukanlah penyakit yang berasal dari Indonesia.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

9 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

10 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

16 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

Ratusan Kilogram Beras dan Minyak Goreng Ditemukan di Jalur Tikus Indonesia-Malaysia

17 hari lalu

Ratusan Kilogram Beras dan Minyak Goreng Ditemukan di Jalur Tikus Indonesia-Malaysia

Badan Karantina di Pos Lintas Batas Negara Entikong menemukan ratusan kilogram beras dan minyak goreng di jalur tikus perbatasan RI-Malaysia.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

17 hari lalu

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

Menhub Budi Karya Sumadi mengusulkan work from home atau WFH untuk mengantisipasi kepadatan lalu lintas saat puncak arus balik Lebaran.

Baca Selengkapnya