Pembekuan Darah karena Covid-19, Bagaimana Pengobatannya?

Reporter

Antara

Jumat, 12 Februari 2021 19:45 WIB

Ilustrasi kantong darah/golongan darah. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Pembekuan darah sering terjadi pada kasus COVID-19 sebagai salah satu reaksi imun atau hasil peperangan saat antibodi melawan virus corona. Pengobatan bisa melalui pemberian pengencer darah sesuai prosedur dari Kementerian Kesehatan. Artinya pengobatan kasus pembekuan darah tidak bisa sembarangan, misalnya dengan memberi air minum banyak pada pasien seperti pendapat yang muncul di media sosial beberapa waktu lalu.

Pakar kesehatan yang mengambil spesialisasi jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Vito A. Damay, mengatakan pasien bisa diberikan antikoagulan yang bertugas melarutkan kembali gumpalan darah yang berbahaya akibat peradangan infeksi pada pasien COVID-19. Ada dua jenis antikoagulan yang biasanya diberikan pada pasien COVID-19 yakni LMWH atau Low Molecular Weight Heparin dan Unfractionated Heparin.

Pemberian antikoagulan ini pun memperhitungkan risiko terjadi pengenceran darah yang juga mengikuti pengentalan darah. Tubuh orang yang terkena COVID-19 mengalami inflamasi virus corona baru menyebabkan koagulopati atau gangguan pembekuan darah.

"Koagulopati adalah istilah medis untuk gangguan pembekuan darah. Proses pembekuan darah ini menjadi kacau sehingga terjadi aktivitas berlebihan. Darah menggumpal dan terjadi thrombosis (penggumpalan darah) pada pembuluh vena (pembuluh balik) yang mengalir ke jantung," tutur Vito.

Lebih lanjut, gumpalan darah ini akhirnya menyumbat pembuluh darah jantung yang harusnya mengalirkan darah ke paru-paru. Akibatnya aliran dari jantung kanan ke paru-paru sangat berkurang atau tidak ada. Inilah alasan saturasi oksigen atau kadar oksigen dalam darah mendadak turun dan terjadi risiko kematian pada pasien.

Advertising
Advertising

Baca juga: Cegah Anemia dengan 5 Cara Berikut

Pakar hematologi dari the Sekolah Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Roberts Brodsky, dan dokter spesialis pengobatan paru di Pusat Medis Johns Hopkins Bayview, Panagis Galiatsatos, mengungkapkan selain paru-paru, pembekuan darah termasuk yang terkait dengan COVID-19 juga dapat membahayakan sistem saraf. Menurut mereka, gumpalan darah di arteri yang menuju ke otak dapat menyebabkan stroke.

Beberapa orang yang tadinya sehat lalu terkena COVID-19 bisa mengalami stroke kemungkinan karena pembekuan darah yang tidak normal. Beberapa orang dengan COVID-19 juga dapat mengembangkan gumpalan darah kecil yang menyebabkan area kemerahan atau ungu pada jari kaki. Gejalanya bisa terasa gatal atau nyeri.

Parameter untuk memeriksa adanya gumpalan darah antara lain D Dimer dan fibrinogen. Semakin banyak pembekuan darah yang terjadi maka semakin banyak juga proses melarutkan bekuan itu yang akhirnya menyebabkan semakin tinggi pula D Dimer.

"D Dimer bagian dari penyakit COVID-19 yang masih menyimpan banyak misteri, salah satunya pembekuan darah yang kacau, merangsang proses keenceran darah. Maka, pemberian pengencer darah tidak boleh sembarangan," kata Vito.

Pembekuan ini berbeda dengan istilah kekentalan darah yang sebagian orang anggap bisa diatasi dengan meminum banyak air agar darah menjadi lebih encer. Pada kondisi darah mengental, misalnya saat seseorang dehidrasi, maka viskositas (kekentalan) dan osmolalitas (keseimbangan cairan dan garam tubuh) meningkat dan terjadi hemokonsentrasi. Mudahnya, disebut darah mengental dan ini berbeda dengan darah menggumpal atau adanya bekuan darah seperti pada kasus COVID-19.

Vito menyatakan tegas pendapat pria ini salah. Menurutnya, pengobatan standar sudah merujuk pada panduan pengobatan pasien COVID-19 yang diberikan Kementerian Kesehatan berdasarkan rekomendasi resmi para dokter termasuk spesialis paru, jantung dan pembuluh darah, penyakit dalam, anak, dan anestesi.

Jadi, berdasarkan paparan yang diungkapkan pada paragraf-paragraf di atas, pembekuan darah pada kasus COVID-19 memang dapat mengakibatkan pembekuan darah vena yang fatal dan tidak bisa diobati dengan minum air yang banyak. Di sisi lain, dia mengingatkan aktifnya pembekuan darah selain karena virus penyebab COVID-19 juga bisa diperparah kebiasaan sedenter atau tak aktif, misalnya rebahan.

Selain itu, waspadai kondisi obesitas. Pada mereka yang mengalami obesitas, di dalam tubuhnya terjadi peradangan kronis yang meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah.

"Kalau orangnya banyak rebahan, menyebabkan pembekuan darah semakin tinggi. Bahkan pada kasus bukan COVID-19, kebiasaan ini bisa menyebabkan pembekuan darah vena," tutur Vito.

Pasien COVID-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit biasanya juga diinfus cairan saline NaCL 0,9 persen, kecuali bila dia mengalami kondisi lain. Komposisi cairan ini sama seperti pada tubuh sehingga mencukupi kebutuhan walaupun pasien lupa minum air.

"Sekali lagi, itulah fungsinya ada cairan infus diberikan agar mencukupi kebutuhan cairan harian, apalagi kalau lupa minum selama diopname," ujar Vito.

Vito menyayangkan ada pendapat di masyarakat yang menyebut pengobatan COVID-19 hanya cukup dengan banyak minum air bukannya dengan cara yang selama ini dilakukan para dokter. Pendapat ini bersumber dari seorang pria melalui video yang beredar beberapa waktu lalu.

Dia mempertanyakan alasan rumah sakit tidak mewajibkan pasien COVID-19 minum air. Ia lalu mengklaim penelitian menunjukkan pasien COVID-19 mengalami pengentalan darah sehingga diberi obat heparin dan aspirin. Padahal seharusnya pasien ini diberi minum air hangat.

Berita terkait

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

2 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

8 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

11 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

11 jam lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

22 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Untuk Pertama Kali, AstraZeneca Akui Vaksin Covidnya Punya Efek Samping Langka

2 hari lalu

Untuk Pertama Kali, AstraZeneca Akui Vaksin Covidnya Punya Efek Samping Langka

Perusahaan farmasi AstraZeneca digugat dalam gugatan class action atas klaim bahwa vaksin Covid-19 produksinya menyebabkan kematian dan cedera serius

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Sekilas Mirip, Pahami Beda Memar Biasa dan Hematoma yang Lebih Berbahaya

8 hari lalu

Sekilas Mirip, Pahami Beda Memar Biasa dan Hematoma yang Lebih Berbahaya

Bedakan memar biasa dengan hematoma, yang biasanya lebih serius karena melibatkan lebih banyak darah dan pulih lebih lama.

Baca Selengkapnya