Covid-19 Pukul Upaya Akhiri Tuberkulosis, Kerja Sama Lintas Sektor Dipercepat
Reporter
Tempo.co
Editor
Istiqomatul Hayati
Senin, 4 April 2022 16:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit tuberkulosis masih susah diakhiri, terutama di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Padahal Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sudah menetapkan target pada 2030, penyakit endemik Tuberkulosis harus berakhir alias tidak ada kasus lagi.
Laporan Global Tuberkulosis (TB) terbaru dari WHO menunjukkan bahwa COVID-19 telah memberikan pukulan telak terhadap upaya memerangi penyakit Tuberkulosis dan menghilangkan kemajuan yang sudah dicapai dalam satu dekade terakhir. Hampir setengah dari orang yang sakit TB kehilangan akses ke perawatan dan tidak dilaporkan pada tahun 2020; juga, jumlah orang yang mendapatkan pengobatan untuk TB resistan obat dan pengobatan pencegahan TB turun secara signifikan.
“Kita perlu mengubah negara yang masih memiliki beban tinggi TB menjadi negara dengan beban rendah TB sesegera mungkin. Ini untuk membebaskan dunia dari penularan endemik TB, tanpa kecacatan dan kematian seperti di Australia. ,” kata Guy Marks, President International Union for Tuberculosis and Lung Disease (The Union) dan ahli kedokteran pernapasan dan peneliti epidemiologi kesehatan paru-paru dari Universitas New South Wales, Australia pada seminar yang digelar The Union dan Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), baru-baru ini.
Marks menuturkan, saat ini, untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun terakhir, kematian akibat TB meningkat karena berkurangnya akses ke diagnosis dan pengobatan TB sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Ia menjelaskan, meskipun ada kemajuan sangat berarti dalam satu dekade terakhir, tapi sebagian besar dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mengakhiri TB bahkan sebelum pandemi COVID-19. Gara-gara pandemi, penurunan kasus TB setiap tahun jauh lebih rendah dari tingkat yang diinginkan untuk mengakhiri TB pada tahun 2030.
“Kami berjuang untuk berada di arah yang benar menuju #endTB karena Tuberkulosis belum menjadi urusan semua orang. Stigma masih ada,” kata Erlina Burhan, Ketua Majelis TB dan Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Menurut Erlina, meski Covid-19 memukul mundur upaya mengakhiri TB di Indonesia, ada hikmah lain yakni kesadaran selalu menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus, melakukan pengujian (testing) dan pelacakan (tracing). Selain itu, banyak masyarakat yang selalu sadar untuk mencuci tangan dan menjaga jarak atau social distancing untuk melindungi penularan orang dari virus dan TB.
“Kita harus memastikan bahwa praktik pencegahan infeksi yang penting ini juga diperkuat dalam memerangi TB. Covid-19 telah menunjukkan seberapa cepat kemajuan dapat dibuat dalam perang melawan penyakit menular yang mematikan ketika dunia bersatu. Dengan Covid-19, semuanya dikembangkan dalam waktu yang sangat singkat – dalam waktu kurang dari setahun kami memiliki vaksin. Saya pikir kita juga bisa melakukannya untuk TB," ujarnya.
Direktur Regional Asia Pasifik The Union, Tara Singh Bam mengatakan, konsumsi rokok berkorelasi dengan meningkatnya angka kasus tuberkulosis. Penggunaan tembakau, kata Tara, tidak hanya meningkatkan risiko berubahnya penderita TB laten menjadi penyakit TB aktif, tetapi juga menunda diagnosis, memperburuk hasil pengobatan, dan meningkatkan risiko kematian dini.
Tara menjelaskan, dalam konteks pandemi Covid-19, aksi dan kerja sama lintas sektoral untuk mengatasi masalah merokok dan faktor risiko TB menjadi lebih penting dari sebelumnya. Ia meminta pemerintah agar berinvestasi dalam kebijakan pengendalian tembakau dan harus berbicara tentang akuntabilitas multisektoral untuk mengakhiri TB.
Tuberkulosis menjadi penyakit menular pembunuh teratas di dunia. Pada 2020, diperkirakan 10 juta orang jatuh sakit dengan TB di seluruh dunia. WHO memperkirakan, total 1,5 juta orang meninggal karena TB pada 2020 (termasuk 214.000 orang dengan HIV). Menurut WHO, banyak kasus baru TB disebabkan oleh lima faktor risiko: kurang gizi, infeksi HIV, gangguan penggunaan alkohol, merokok, dan diabetes. Orang yang merokok 1,6 kali lebih berisiko. Secara global pada tahun 2020 terdapat 0,73 juta kasus TB baru yang disebabkan oleh rokok.
Baca juga: Forum G20 untuk Penanganan Tuberkulosis, Berikut Poin Kesepakatannya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.