IDI Sebut Pasien Covid-19 Pernah Kena Badai Sitokin Bisa Alami Gangguan Ginjal

Senin, 7 November 2022 11:50 WIB

Kata "COVID-19" tercermin dalam setetes jarum suntik dalam ilustrasi yang diambil pada 9 November 2020. [REUTERS / Dado Ruvic / Ilustrasi]

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Satgas Covid-19 PB IDI, Erlina Burhan menyatakan bahwa Covid-19 dapat menimbulkan gangguan pada sejumlah organ dalam tubuh, salah satunya gangguan ginjal yang bisa terjadi jika pasien pernah mengalami badai sitokin. Lantas, apakah itu badai sitokin yang pernah menghantui ketika Covid-19 melanda?

Saat seorang pasien Covid-19 mengalami badai sitokin, sel imun akan menyerang jaringan dan sel tubuh yang sehat. Tidak hanya sel imun, badai sitokin disinyalir juga mempengaruhi organ tubuh dalam, seperti jantung atau bahkan ginjal.

"Juga bisa kalau terjadi badai sitokin, itu bisa mempengaruhi berbagai organ, bisa ke jantung atau bisa juga ke ginjal, tetapi saya tidak bicara gagal ginjal akut pada anak," kata Erlina, Kamis 3 November 2022.

Ia tak mengatakan kaitanntya dengan penyakit gagal ginjal akut yang belakangan diderita anak-anak saat ini. "Saya enggak bicara anak ya karena ini isu sensitif, ada orang marah-marah gagal ginjal akut ini. Saya bicara tentang Covidnya, enggak ada hubungannya dengan gagal ginjal akut anak," kata dia.

Lebih lanjut, Erlina menjelaskan bahwa pasien Covid-19 dapat mengalami gangguan ginjal karena angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). Enzim ACE2 adalah reseptor virus Covid-19 yang berada di berbagai bagian tubuh. Kendati demikian, Erlina tidak ingin menghubungkan Covid-19 dengan penyakit gagal ginjal akut yang banyak diderita anak sekarang lantaran itu merupakan permasalahan para dokter anak.

Baca: Cara Meredam Badai Sitokin yang Banyak Menyerang Pasien Covid-19

Lantas, apakah itu badai sitokin yang pernah menghantui Covid-19?

Advertising
Advertising

Mengutip healthline, badai sitokin adalah suatu kondisi ketika tubuh memproduksi terlalu banyak molekul yang disebut sitokin. Molekul-molekul ini meningkatkan peradangan dan dapat merangsang aktivitas sel-sel kekebalan lainnya secara berlebihan. Protein yang semula membantu sistem imun akan memicu sistem imun untuk menyerang saringan dan sel tubuh.

Badai sitokin adalah fenomena yang pertama kali dijelaskan dalam literatur medis pada 1993. Ini adalah respons inflamasi yang tidak terkontrol akibat jumlah protein kecil yang berlebihan yang disebut sitokin. Istilah "badai sitokin" kerap digunakan secara bergantian dengan "sindrom pelepasan sitokin" atau istilah medis "hipersitokinemia."

Sitokin memainkan peran penting dalam mengaktifkan respons imun tubuh seseorang. Beberapa jenis sitokin meningkatkan peradangan dan memberi sinyal bagi sel-sel kekebalan lain untuk berkumpul di bagian tertentu dari tubuh.

Namun, selama badai sitokin, terlalu banyak sitokin yang dilepaskan. Hal ini menyebabkan aktivasi berlebihan dari sel-sel kekebalan lain, seperti sel-T, makrofag, dan sel-sel pembunuh alami. Aktivitas sel-sel ini yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan jaringan, disfungsi organ, dan terkadang kematian. Kondisi ini bahkan dianggap sebagai asal mula atas tingginya jumlah kematian pada orang muda selama pandemi flu 1918.

Bagaimana badai sitokin berhubungan dengan Covid-19?

Mengutip jurnal The Lancet Microbe, akhir-akhir semakin banyak jenis infeksi bermunculan, termasuk SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19. Ternyata, infeksi Covid-19 tersebut dapat memicu badai sitokin. Pelepasan sitokin adalah bagian penting dari respons sistem kekebalan seseorang terhadap virus dan zat asing lainnya. Namun, ketika terlalu banyak sitokin yang dilepaskan, akan menyebabkan kerusakan organ yang semakin parah. Banyak jenis sitokin yang berbahaya telah dihubungkan dengan Covid-19, yaitu:

  • interleukin-1β
  • interleukin-6
  • IP-10
  • interferon-γ
  • faktor nekrosis tumor
  • protein inflamasi makrofag 1α dan 1β
  • faktor pertumbuhan endotel vaskular

Pada sebuah studi otopsi 2020, telah menemukan bukti bahwa banyak kasus Covid-19 yang berakhir dengan kematian disebabkan oleh kegagalan multiorgan, bahkan hanya dengan adanya jumlah jejak SARS-CoV-2. Para peneliti berpikir bahwa ini menunjukkan aktivitas sistem kekebalan yang berlebihan lantaran dapat berperan dalam kegagalan organ tubuh, termasuk ginjal.

Tingkat interleukin-6 lebih tinggi dihubungkan dengan kelangsungan hidup lebih pendek bagi orang yang mengalami Covid-19. Selain itu, beberapa penelitian besar telah menemukan bahwa kadar interleukin yang lebih tinggi dari 80 kilogram per mililiter adalah prediktor terbaik kegagalan pernapasan dan kematian. Badai sitokin pun telah dihubungkan dengan hasil yang buruk pada orang dengan sindrom pernapasan akut parah (SARS). Dengan demikian, badai sitokin yang menyerang pasien Covid-19 dapat merusak organ tubuh seseorang, seperti ginjal, jantung, dan paru-paru.

RACHEL FARAHDIBA R

Baca juga: Waspada Gangguan Ginjal Akut pantau Pola Kencing Anak Secara Berkala

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

3 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

9 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

12 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

23 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

5 Teknik Pernapasan untuk Mempermudah Tidur pada Malam Hari

4 hari lalu

5 Teknik Pernapasan untuk Mempermudah Tidur pada Malam Hari

Berikut beberapa teknik pernapasan yang dapat Anda praktikkan untuk memeprmudah tidur pada malam hari

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

11 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

14 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya