Badai Sitokin Covid-19: Sebab, Gejala, dan Cara Menanganinya

Senin, 7 November 2022 14:15 WIB

Tenaga Medis tengah merawat pasien Covid-19 di RSUD Kramat Jati, Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021. Tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit Covid-19 di Jakarta saat ini mencapai 22 persen. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Badai sitokin terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang melepaskan terlalu banyak molekul sitokin. Molekul inilah yang dapat meningkatkan peradangan dan merangsang aktivitas sel kekebalan lainnya secara berlebihan.

Sebenarnya, badai sitokin ini sudah pernah menjadi asal mula pandemi flu pada 1918. Namun, badai sitokin pernah sangat menghantui pasien Covid-19. Nyatanya, badai sitokin memang dapat disebabkan oleh gangguan autoimun, imunoterapi, dan infeksi seperti yang menyebabkan Covid-19.

Penyebab Badai Sitokin

Melansir healthline, badai sitokin disebabkan oleh reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh seseorang terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya. Terkadang, ini bisa terjadi bahkan tanpa adanya zat asing. Badai sitokin dapat berkembang karena salah satu dari beberapa alasan, berikut:

  • Sistem kekebalan seseorang merasakan bahaya ketika tidak ada yang berbahaya.
  • Reaksi sistem kekebalan lebih besar daripada ancaman zat asing.
  • Zat asing lebih merusak dibandingkan yang dapat ditangani oleh sistem kekebalan seseorang sehingga menyebabkan reaksi sistem kekebalan berkepanjangan.
  • Sistem kekebalan tidak mati dengan benar setelah menghancurkan suatu ancaman berbahaya.

Selain sebab-sebab tersebut, badai sitokin juga dapat terjadi karena adanya infeksi, tetapi juga dapat dipicu oleh beberapa jenis imunoterapi atau gangguan autoimun. Berikut terdapat kondisi yang terkait dengan badai sitokin karena infeksi berikut ini, yaitu:

  • SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19.
  • Yersinia pestis (wabah).
  • Flu burung.
  • Demam berdarah.
  • Sindrom pernapasan akut parah (SARS).
  • Graft versus host (GvHD).
  • Sepsis.
  • Kondisi autoimun, seperti rheumatoid arthritis atau lupus.
  • Imunoterapi, seperti terapi transfer sel T atau terapi antibodi monoklonal.
Advertising
Advertising

Baca: Cara Meredam Badai Sitokin yang Banyak Menyerang Pasien Covid-19

Gejala Badai Sitokin

Mengutip jurnal The Lancet Microbe, badai sitokin dapat terjadi di banyak bagian tubuh sehingga menyebabkan berbagai macam gejala, mulai dari yang ringan sampai mengancam nyawa tergantung pada penyakit yang mendasari dan organ yang terkena. Pasalnya, kasus badai sitokin yang serius dapat menyebabkan kegagalan multiorgan. Umumnya, berikut gejala badai sitokin, yaitu demam, panas dingin, diare, kelelahan, pegal-pegal, sakit kepala, kehilangan selera makan, mual, ruam, dan muntah.

Untuk pasien Covid-19, berikut terdapat gejala darurat yang mengalami badai sitokin sehingga perlu perhatian medis secepatnya, yakni:

  • Rasa sakit atau tekanan yang terus-menerus di dada.
  • Kebingungan yang baru dikembangkan.
  • Kesulitan bernapas.
  • Ketidakmampuan untuk tetap terjaga.
  • Warna abu-abu, pucat, atau biru pada kulit, bibir, atau dasar kuku.

Cara Menangani Badai Sitokin

Cara menangani badai sitokin tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Biasanya, dokter menggunakan obat penghambat sitokin untuk mengurangi kadar sitokin yang memicu peradangan, seperti tocilizumab, anakinra, kortikosteroid, dan baricitinib. Selain obat, seseorang dengan badai sitokin juga akan diberikan perawatan suportif, seperti melakukan terapi oksigen, menggunakan elektrolit, mengonsumsi cairan intravena (IV), melakukan dialisis ginjal, dan mengonsumsi obat jantung

Di sisi lain, peneliti terus menyelidiki cara terbaik untuk menangani badai sitokin terkait dengan Covid-19. Melansir ncbi.nlm.nih.gov, beberapa penelitian telah menemukan hasil yang menjanjikan dari obat yang memblokir sitokin tertentu, seperti interleukin-1 atau interleukin-6.

Selain itu, jenis imunosupresan yang berasal dari tanaman juga sedang diselidiki untuk pengobatan badai sitokin yang disebabkan oleh Covid-19.Peneliti lain percaya bahwa badai sitokin mungkin diperlukan untuk membersihkan virus Covid-19 dan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan yang kontraproduktif.

RACHEL FARAHDIBA R

Baca juga: IDI Sebut Pasien Covid-19 Pernah Kena Badai Sitokin Bisa Alami Gangguan Ginjal

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

2 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

5 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

16 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

3 hari lalu

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

Negara-negara Asia Tenggara tengah berjuang melawan gelombang panas yang mematikan tahun ini.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

6 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Waspada, Kena DBD Selama Kehamilan Bisa Pengaruhi Kesehatan Bayi di 3 Tahun Pertama

8 hari lalu

Waspada, Kena DBD Selama Kehamilan Bisa Pengaruhi Kesehatan Bayi di 3 Tahun Pertama

Studi baru menyebutkan ibu yang terkena DBD selama masa kehamilannya dapat mempengaruhi kesehatan bayi 3 tahun pertamanya.

Baca Selengkapnya

Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

10 hari lalu

Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki gejala yang hampir sama dengan Typhus. Namun keduanya adalah jenis penyakit yang berbeda

Baca Selengkapnya

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

10 hari lalu

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

22 April ditetapkan sebagai Hari Demam Berdarah Nasional oleh Kemenkes, meningkatkan kesadaran wargauntuk dapat mencegah penyakit DBD.

Baca Selengkapnya