Pakar: Jangan Beri Hadiah pada Konten Eksploitasi dan Mengemis di Media Sosial
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Sabtu, 28 Januari 2023 22:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mengemis daring menjamur di media sosial, sebagian besar melakukan eksploitasi terhadap kelompok rentan, termasuk lansia. Kepala Program Studi (Prodi) Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari, mengajak masyarakat berhenti memberikan hadiah (gift) pada konten-konten yang mengeksploitasi, termasuk pada lansia.
"Konten eksploitasi lansia yang menjadi fenomena baru mengemis secara daring ini membuat resah masyarakat. Fenomena ini juga membuat miris, karena meminta belas kasih orang lain, bahkan kini muncul di dunia maya," kata Luluk.
Mengemis daring yang semakin marak di berbagai media sosial tersebut mencuat setelah salah satu akun TikTok bernama TM Mud Bath menuai banyak kritik dari warganet karena siaran langsung di TikTok yang berisi mandi lumpur. Konten itu juga melibatkan lansia yang membuat masyarakat iba dan berujung memberikan hadiah.
Menurut Luluk, yang melatarbelakangi maraknya mengemis daring adalah kemajuan teknologi. Apalagi media sosial memberi kebebasan dan kemudahan untuk mengekspresikan diri untuk tujuan apapun, termasuk mencari uang. Selain itu, kemiskinan dan tuntutan yang semakin tinggi mendorong orang mencari cara instan mendapatkan keuntungan.
“Ngemis daring adalah solusi yang tepat menurut mereka karena mendapatkan uang yang berasal dari pemberian netizen. Selain itu, juga adanya kesempatan, tidak adanya batasan tegas dari pihak media sosial dalam memilih dan memilah konten mana yang boleh dipublikasi dan tidak,” jelasnya.
Konten menyusahkan dianggap hiburan
Latar belakang selanjutnya persepsi masyarakat tentang konten hiburan yang sudah bergeser. Dulu, definisi hiburan adalah menyenangkan dan tidak menyusahkan orang lain. Sekarang, konten menyusahkan orang lain bisa dianggap sebagai hiburan serta belum adanya perlindungan terhadap kelompok rentan sehingga kelompok rentan sering menjadi sasaran eksploitasi.
“Semakin lunturnya nilai, etika, adat ketimuran, terutama di kalangan generasi muda, juga menjadi latar belakang yang kuat, dan faktor budaya masyarakat Indonesia yang suka menolong dan punya belas kasihan tinggi. Memang tidak salah namun seringkali masih bisa dimainkan oleh kelompok tertentu,” ujarnya.
Luluk mengatakan Indonesia pada 21 Oktober 2022 didaulat sebagai negara paling dermawan di dunia dengan persentase 68 persen oleh World Giving Index (WGI) 2022. Adanya label tersebut menjadi faktor pendukung lain terjadinya fenomena ngemis daring.
“Siapa yang tidak tahu keramahan, kepedulian, dan jiwa sosial orang Indonesia? Bahkan, kita tidak asing dengan salah satu desa yang dikenal dengan desa pengemis dan hidup masyarakatnya makmur. Tapi, kemakmuran mereka tidak menghentikan aksi. Harusnya masyarakat Indonesia bisa lebih bijak, berpikir rasional dan bertindak dengan tegas,” katanya.
Mengemis daring adalah konten yang tidak pantas dan memberikan dampak yang tidak baik bagi masyarakat sebab konten tersebut mengajarkan konteks eksploitasi anak muda terhadap orang tua.
Baca juga: Biarkan Hilang, Jangan Dukung Fenomena Mengemis di Media Sosial