3 Alasan Penyakit Tuberkulosis Sukar Diberantas

Minggu, 26 Maret 2023 13:10 WIB

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock

TEMPO.CO, Malang - Salah satu gangguan kesehatan yang banyak terjadi dan erat kaitannya dengan pernapasan adalah tuberkulosis. Nama penyakit ini biasa disingkat dengan TB maupun TBC.

Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sering menginfeksi paru-paru, serta dapat juga menyerang tulang, kelenjar, dan kulit. Tuberkulosis merupakan penyakit menular. Penularan tuberkulosis bisa terjadi melalui droplet (percikan air di udara) yang dikeluarkan penderita TBC aktif saat bersin, batuk, berbicara, bernyanyi, atau tertawa.

Tuberkulosis masih jadi satu dari sepuluh penyakit penyebab utama kematian di dunia. Secara global, Indonesia pun masih merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia dan masih bertahan dalam kelompok tiga besar negara dengan jumlah penderita tuberkulosis terbanyak setelah India dan Cina.

Angka penderita tuberkulosis di Indonesia cenderung naik dalam tiga tahun terakhir. Pada 2020, data TBC di Indonesia menunjukkan mayoritas (67 persen) penderita tuberkulosis berusia produktif (15-54 tahun) dan 9 persen lagi adalah penderita berusia kurang dari 15 tahun alias masih anak-anak. Mengacu pada WHO Global TB Report 2020, sebanyak 10 juta orang di dunia menderita TBC dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya.

Pada 2020 di Indonesia, diperkirakan sebanyak 845 ribu orang menderita TBC dan 98 ribu orang di antaranya meninggal. Diperkirakan dalam satu jam, terdapat 11 kematian akibat TBC.

Advertising
Advertising

Mengacu data WHO Global Tuberculosis (TB) Report 2021, Indonesia berada di posisi ketiga (8,4 persen) di bawah Cina (8,5 persen) dan India (26 persen). Di bawah Indonesia ada Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan.

Estimasi temuan kasus TBC pada 2021 sebanyak 824 ribu atau setara 301/100.000 penduduk, dengan angka kematian atau mortalitas 93 ribu orang per tahun.

Namun, pada 2022 menurut data yang sama, Indonesia menempati peringkat kedua (9,2 persen) di bawah India (28 persen). Sedangkan Cina turun ke posisi ketiga dengan angka 7,4 persen. Estimasi temuan kasus TBC di Indonesia sebanyak 969 ribu atau setara 354 per 100 ribu penduduk, dengan angka kematian 144 ribu orang.

“Bila kita persempit skopnya di Kota Malang, temuan kasus TB-nya 60 persen atau masih di bawah standar Program Nasional Penanggulangan TBC yang 70 persen dan angka keberhasilan penyembuhannya berkisar 77 persen atau masih di bawah standar 90 persen,” kata Rully Narulita, Kepala Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (YABHYSA) Peduli TBC Kota Malang, Sabtu, 25 Maret 2023.

Karena itu, kata Ruly Narulita, penanggulangan tuberkulosis harus dilaksanakan secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan dengan melibatkan banyak pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Ruly Narulita dan kawan-kawan sudah aktif membantu pemerintah menanggulangi penyakit tuberkulosis sejak 2014. Berdasarkan pengalaman mereka, ada tiga penyebab penyakit tuberkulosis masih jadi momok menakutkan sehingga tetap sulit diatasi, yaitu mitos, stigma negatif, serta rendahnya edukasi dan literasi kesehatan.

1. Masih Percaya Mitos Soal TBC

Sebagian masyarakat Indonesia masih mempercayai mitos dan takhayul tentang penyakit, termasuk TBC. Banyak masyarakat percaya TBC sebagai penyakit kutukan leluhur atau hasil jampi-jampi/guna-guna seseorang.

Dampaknya, penderita tuberkulosis bukannya dibawa ke fasilitas kesehatan untuk ditangani, tapi justru disarankan melakukan sejumlah ritual supaya terbebas dari hal-hal buruk itu. Padahal, ritual semacam itu tidak mampu menyembuhkan penyakit TBC yang diderita seseorang. Penyakit TBC bisa disembuhkan dengan perawatan medis dan mengonsumsi obat yang diresepkan secara disiplin dan teratur.

Mitos lain yang didapat kader YABHYSA di lapangan, TBC merupakan penyakit keturunan yang bisa menurun ke anak dan cucu. Faktanya, tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.

2. Stigma Negatif

Jamak didapati di lapangan bahwa penderita TBC acap mendapat stigma negatif sehingga penderita mengalami diskriminasi. Selain harus berjuang menyembuhkan penyakitnya, penderita TBC masih harus berjuang menghadapi pengucilan oleh masyarakat dan bahkan oleh keluarga sendiri. Segelintir tenaga kesehatan juga ogah memeriksa karena takut tertular.

Ruly menceritakan sebuah kasus menyedihkan penderita TBC yang didampingi Yayuk Widiana selaku Bendahara YABHYSA Kota Malang. Karena takut tertular, pihak keluarga menyewa sebuah lapak dagang untuk ditempati anggota keluarga yang menderita TBC.

“Penderita disewakan bedak atau tempat jualan yang biasa kita temukan di pasar-pasar. Di situlah penderita ditempatkan untuk istirahat, makan, minum, dan aktivitas lainnya. Makan dan minumnya dipesan secara online,” ujar Ruly.

Padahal, kata Ruly, penderita TBC membutuhkan semangat dan dukungan masyarakat setempat dan utamanya dari pihak keluarga untuk sembuh. Penanganan penderita TBC bisa dikomunikasikan langsung dengan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lain dan kader YABHYSA.

Supaya tidak menulari orang lain, penderita TBC harus disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan benar, seperti menggunakan masker, menutup mulut saat bersin dan batuk, serta teratur meminum obat sampai tuntas sebagaimana diresepkan dokter.

Selain itu, orang yang tinggal serumah dengan penderita TBC disarankan rajin membersihkan rumah, memastikan ruangan berventilasi dan memiliki pencahayaan yang baik, serta berpola hidup sehat untuk menjaga kondisi kondisi tubuh tetap prima.

3. Rendahnya Literasi Kesehatan

Mayoritas penderita TBC tidak memeriksakan diri pada dokter untuk mendapat penanganan yang tepat. Mereka menganggap penyakit TBC sebagai penyakit ringan yang tidak butuh penanganan khusus sehingga bisa sembuh sendiri dengan mengonsumsi obat batuk biasa.

Persepsi dan pemahaman salah itu disebabkan oleh lemahnya edukasi tentang pengobatan TBC. Padahal, orang dengan TBC memerlukan pengobatan dalam jangka waktu minimal 6 bulan dengan teratur mengonsumsi semua obat yang diresepkan.

Kendati gejalanya sudah hilang selama masa pengobatan, orang dengan TBC tetap harus mengonsumsi obat sesuai yang diresepkan dokter. “Meski gejalanya sudah hilang, tapi bakterinya belum tentu hilang,” kata Ruly.

Minum obat antituberkulosis tidak boleh putus. Harus disiplin. Apabila sekali saja tidak minum obat, pengobatan bisa diulang dari awal dan atau penyakitnya malah tambah parah. Andai berhenti minum obat atau tidak melanjutkan pengobatan, maka bakteri Mycobacterium tuberculosis bisa kebal terhadap obat yang diberikan sehingga penyakit TBC-nya jadi lebih berbahaya dan makin sulit disembuhkan.

Bila orang dengan TBC ingin melanjutkan pengobatan, bukan saja harus diulang dari awal, tapi durasi pengobatannya jadi lebih panjang, minimal butuh 20 selama bulan untuk masa pengobatan.

“Ada juga penyebab lain tapi tidak terlalu dominan, yaitu masalah ekonomi, ketiadaan biaya. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi bersama. Pasti ada jalan keluarnya. Tapi, tiga penyebab itu yang paling menonjol selama kami bergerak di lapangan,” kata Ruly.

Pilihan Editor: Tanda Anak Terkena TBC, Orang Tua Mesti Waspada

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

ABDI PURMONO

Berita terkait

Tahapan Mengatasi Rasa Kehilangan, Dari Penyesalan Hingga Penerimaan

3 hari lalu

Tahapan Mengatasi Rasa Kehilangan, Dari Penyesalan Hingga Penerimaan

Kehilangan orang yang dicintai biasanya disertai dengan beragam emosi yang kompleks. Ini tahapan mengatasi rasa kehilangan

Baca Selengkapnya

PBB Klarifikasi Data Kematian di Gaza: Lebih dari 35.000 Korban Jiwa, Tapi..

4 hari lalu

PBB Klarifikasi Data Kematian di Gaza: Lebih dari 35.000 Korban Jiwa, Tapi..

PBB menegaskan bahwa jumlah korban tewas di Jalur Gaza akibat serangan Israel masih lebih dari 35.000 warga Palestina.

Baca Selengkapnya

Hamas Kembali Umumkan Kematian Sandera akibat Luka Pengeboman Israel

6 hari lalu

Hamas Kembali Umumkan Kematian Sandera akibat Luka Pengeboman Israel

Hamas mengatakan bahwa sandera Israel Nadav Popplewell telah meninggal. Ia tewas akibat luka yang dideritanya dalam serangan udara Israel ke Gaza

Baca Selengkapnya

Sejumlah Kasus Kematian di Kampus Akibat Penganiayaan, Terakhir Taruna di STIP Jakarta

9 hari lalu

Sejumlah Kasus Kematian di Kampus Akibat Penganiayaan, Terakhir Taruna di STIP Jakarta

Mahasiswa STIP Jakarta bernama Putu Satria Rastika dinyatakan meninggal setelah dianiaya seniornya. Ini bukan kejadian pertama kematian di kampus.

Baca Selengkapnya

Jumlah Kematian Akibat Senjata Api di Amerika Serikat Capai Rekor Tertinggi

10 hari lalu

Jumlah Kematian Akibat Senjata Api di Amerika Serikat Capai Rekor Tertinggi

Amerika Serikat tengah menjadi sorotan pasca-penembakan terbaru di Buffalo dan legalisasi senjata api di Tennessee. Bagaimana fakta-faktanya?

Baca Selengkapnya

Tak Hanya di STIP Jakarta, Kasus Kematian Mahasiswa Dianiaya Senior Terjadi di Beberapa Kampus Ini

11 hari lalu

Tak Hanya di STIP Jakarta, Kasus Kematian Mahasiswa Dianiaya Senior Terjadi di Beberapa Kampus Ini

Selain di STIP Jakarta, berikut beberapa kasus kematian mahasiswa yang dianiaya seniornya di kampus.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

14 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

14 hari lalu

Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

Kehilangan orang yang disayangi memang berat. Tak jarang, kesedihan bisa berlangsung lama, bahkan sampai bertahun-tahun.

Baca Selengkapnya

IPW Sebut Polisi Mesti Telusuri Motif Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi, Jangan Berhenti Kesimpulan Bunuh Diri

18 hari lalu

IPW Sebut Polisi Mesti Telusuri Motif Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi, Jangan Berhenti Kesimpulan Bunuh Diri

IPW menilai proses pemeriksaan terhadap tewasnya Brigadir Ridhal Ali Tomi tak cukup berhenti di kesimpulan bunuh diri.

Baca Selengkapnya

Polisi Sebut Akan Periksa Ponsel Brigadir Ridhal Ali Tomi Dalami Penyebab Kematian di Mobil

18 hari lalu

Polisi Sebut Akan Periksa Ponsel Brigadir Ridhal Ali Tomi Dalami Penyebab Kematian di Mobil

Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan polisi terus menggali terkait kasus meninggalnya Brigadir Ridhal Ali Tomi diduga bunuh diri di dalam mobil.

Baca Selengkapnya