Pencabutan Aturan Wajib Pakai Masker, Ini Kata Epidemiolog

Reporter

Antara

Editor

Mitra Tarigan

Senin, 12 Juni 2023 18:09 WIB

Seorang pria yang mengenakan masker berjalan melewati ilustrasi virus di luar pusat sains regional di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. [REUTERS/Phil Noble]

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Yudhi Wibowo mendukung kebijakan pemerintah yang mencabut aturan wajib menggunakan masker saat melakukan perjalanan dalam dan luar negeri, serta saat kegiatan di fasilitas publik dan berskala besar.

"Menurut saya memang sejak tanggal 5 Mei 2023, WHO sudah menyatakan pandemi menjadi endemi. Nah, transisinya 'kan salah satunya memang sudah tidak bisa lagi kita mewajibkan harus pakai masker, itu dikembalikan ke kesadaran masyarakat," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin 12 Juni 2023.

Oleh karena Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sudah mencabut status pandemi dan sekarang menjadi endemi, kata dia, penggunaan masker tidak diwajibkan lagi dan regulasi tersebut harus diikuti oleh semua negara termasuk Indonesia.

Menurut dia, kebijakan pemerintah yang mencabut aturan wajib menggunakan masker itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditetapkan oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada Jumat 9 Juni 2023.

Ia mengatakan dalam surat edaran itu sudah jelas sekali disebutkan memang yang bersangkutan menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau batuk, pilek, dan sebagainya sebaiknya tetap memakai masker, demikian pula saat berada di kerumunan diimbau untuk tetap menggunakan masker.

Advertising
Advertising

Lebih lanjut, dia mengaku sejak WHO menyatakan pandemi menjadi endemi, sudah mengecek ke Organisasi Kesehatan Dunia itu namun belum menemukan panduan terkait langkah-langkah yang harus dilakukan setelah pencabutan status tersebut.

"Seharusnya ada panduan yang nantinya diacu oleh semua negara termasuk Indonesia karena negara ini 'kan juga harus mengubah regulasi, banyak itu. Juga keppres (keputusan presiden) yang menyatakan COVID-19 sebagai bencana nasional nonalam itu kan harus dicabut dan semua regulasi lain harus mengikuti," katanya.

Ia mengatakan hal itu konsekuensinya nanti terkait dengan biaya, sehingga nantinya ada langkah-langkah tentang bagaimana pencegahan dan penanggulangan COVID-19 itu bisa terintegrasi ke dalam pelayanan dan pembiayaan yang sudah ada di Indonesia.

Menurut dia, salah satu hal yang penting dalam surat edaran tersebut berupa anjuran untuk tetap melakukan vaksinasi COVID-19 hingga vaksin penguat (booster) kedua atau vaksin dosis keempat "Itu nanti kalau sudah dicabut keppresnya, jadi bukan sebuah wabah, nanti siapa yang harus membayar biaya vaksin. Nah kalau masuk program, berarti tanggung jawab pemerintah tapi kalau tidak masuk program, berarti yang mampu harus bayar sendiri, sedangkan yang miskin mungkin masih tetap bisa dijamin oleh pemerintah," tegasnya.

Akan tetapi permasalahannya sekarang yang vaksinnya masih gratis, kata dia, target vaksin penguat 1 dan 2 hingga saat ini belum tercapai.

Dia mencontohkan di Banyumas yang ditargetkan 50 persen dari jumlah penduduk, hingga saat ini pencapaian vaksin penguat 1 baru sekitar 40 persen. "Apalagi vaksin 'booster' 2 masih sangat jauh dari target," tegas Yudhi.

Ia mengaku telah menyampaikan permasalahan tersebut saat mengikuti rapat Satgas COVID-19 Kabupaten Banyumas yang dipimpin Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono.

Bahkan saat itu, kata dia, Wabup Banyumas meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat atau pihak terkait untuk membuat semacam poster yang berisikan imbauan agar tetap menggunakan masker bagi yang sakit serta segera untuk vaksin hingga dosis keempat. "Poster itu rencananya akan dibagikan ke seluruh desa/kelurahan di Banyumas. Jadi, sudah tidak ada yang salah karena sekarang pandemi sudah menjadi endemi," katanya.

Pilihan Editor: Ada Waktunya Orang Tetap Harus Memakai Masker, Kapan?

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Berita terkait

9 Cara Almi Membuat Rambut Tebal dan Sehat

6 hari lalu

9 Cara Almi Membuat Rambut Tebal dan Sehat

Berikut beberapa tips menjaga rambut agar tebal dan sehat secara alami.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

14 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

28 hari lalu

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

Cacar monyet atau Mpox bukanlah penyakit yang berasal dari Indonesia.

Baca Selengkapnya

Epidemiolog: Kasus Flu Singapura Bisa Bertambah Karena Idul Fitri dan Mudik Lebaran

41 hari lalu

Epidemiolog: Kasus Flu Singapura Bisa Bertambah Karena Idul Fitri dan Mudik Lebaran

Jumlah kasus flu Singapura bisa bertambah lagi seiring momentum Idul Fitri dan mudik Lebaran yang membuat intensitas pertemuan di masyarakat meninggi.

Baca Selengkapnya

Dokter Sebut Usulan Makan Siang Gratis Prabowo Bukan Solusi untuk Cegah Stunting

5 Februari 2024

Dokter Sebut Usulan Makan Siang Gratis Prabowo Bukan Solusi untuk Cegah Stunting

Prabowo memiliki rencana yang diberi nama strategi transformasi bangsa, di antaranya memberi makanan bergizi untuk seluruh anak Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menilai Prabowo Keliru, Epidemiolog Kecewa dengan Debat Capres Isu Kesehatan

5 Februari 2024

Menilai Prabowo Keliru, Epidemiolog Kecewa dengan Debat Capres Isu Kesehatan

Calon presiden atau capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, menyatakan akan menambah dokter di daerah-daerah serta fasilitas di rumah sakitnya.

Baca Selengkapnya

JN.1 Covid-19 Ditandai Hidung Berair dan Batuk Lama, Jarang Ada Gejala Hilang Penciuman

5 Januari 2024

JN.1 Covid-19 Ditandai Hidung Berair dan Batuk Lama, Jarang Ada Gejala Hilang Penciuman

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyampaikan riset terbaru mengenai gejala yang dirasakan pasien Covid-19 subvarian JN.1.

Baca Selengkapnya

Kasus COVID-19 di AS Meningkat, Rumah Sakit Kembali Wajibkan Penggunaan Masker

4 Januari 2024

Kasus COVID-19 di AS Meningkat, Rumah Sakit Kembali Wajibkan Penggunaan Masker

Rumah sakit di setidaknya empat negara bagian Amerika Serikat menerapkan kembali kewajiban penggunaan masker di tengah meningkatnya kasus COVID-19

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Covid-19 2024 Berbayar, Epidemiolog Sarankan Digratiskan

4 Januari 2024

Vaksinasi Covid-19 2024 Berbayar, Epidemiolog Sarankan Digratiskan

Pemerintah hanya memberikan vaksinasi Covid-19 gratis untuk dua kelompok prioritas.

Baca Selengkapnya

Pesan Epidemiolog untuk Cegah Penularan Penyakit Saat Libur Akhir Tahun

31 Desember 2023

Pesan Epidemiolog untuk Cegah Penularan Penyakit Saat Libur Akhir Tahun

Momentum libur akhir tahun juga bisa menjadi peluang penyebaran penyakit menular, seperti Covid-19.

Baca Selengkapnya