Anak Stunting Juga Bisa Jadi obesitas, Ini Sebabnya Menurut Pakar
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Jumat, 6 Oktober 2023 10:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis gizi Tan Shot Yen mengatakan status gizi anak perlu terus dipantau agar anak yang terlanjur stunting tidak menjadi obesitas saat tumbuh dewasa. Apabila anak stunting terus didorong pola makan yang berkalori maka akan membahayakan perkembangannya.
"Kita harus cek riwayatnya dulu. Stunting kalau tidak ada masalah kelebihan berat badan, tidak ada wasting (berat badan kurang jika dibanding tingginya), anak ini tidak boleh didorong terus (untuk makan) sehingga berat badannya melonjak. Berat badannya akan meledak, itu salah satu mimpi buruk stunting, obesitas," kata Tan dalam acara Humanitarian Award oleh Yayasan 1000 Cita Bangsa di Jakarta, Kamis malam, 5 Oktober 2023.
Menurutnya, stunting itu kondisi yang sangat kompleks sehingga harus ada pemahaman yang sama tentang ini. "Jadi, kalau mau lihat anak stunting kita harus cek dulu. Makanya stunting harus ditangani dokter, enggak boleh lagi ditangani kader atau bidan," ucapnya.
Dia juga menyebut pemahaman tentang stunting perlu disamakan agar penanganannya juga tepat. "Kita tahu bahwa stunting itu gangguan gizi kronis selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak, yang berakibat pada tinggi badan menurut umur, berada di kurva merah ke bawah (pada buku Kesehatan Ibu dan Anak atau KIA), itu minus dua standar deviasi ke bawah," paparnya.
Ia menegaskan stunting bisa dituntaskan justru bukan dari masalah gizi melainkan lebih kepada intervensi sensitif. Pasalnya, 70 persen penuntasan anak stunting itu justru bukan dari masalah gizi.
"Kenapa yang disebut pencegahan dan penanggulangan spesifik dan sensitif, karena kebersihan, imunisasi, perumahan itu sangat berpengaruh, sehingga semua kementerian, lembaga, masyarakat harus bekerja sama," tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, dr. Lovely Daisy, menyebutkan anak di atas usia 6 bulan juga perlu diperhatikan makanan pendamping ASI atau MPASI-nya.
"Begitu usia masuk 6 bulan sampai 23 bulan itu anak dapat MPASI, di usia itu mulai terjadi peningkatan stunting yang cukup tinggi. Artinya, MPASI yang diberikan pada bayi dan balita tidak mencukupi kebutuhannya," kata Daisy.
Protein hewani
Ia menegaskan pentingnya protein hewani pada MPASI anak. "Orang tua juga perlu memperhatikan komposisi pada MPASI karena cenderung kurang mengandung protein hewani, padahal untuk cegah stunting perlu protein hewani," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya mengontrol berat badan anak karena setiap bulan harus naik. "Kalau tidak naik pasti ada sesuatu, makannya kurang atau dia sakit. Harus diidentifikasi penyebabnya apa, dan diperbaiki makannya," ucapnya.
Ia menyatakan Kemenkes terus berupaya memperkuat intervensi spesifik untuk menangani stunting. "Kalau sektor kesehatan kita perkuat di intervensi spesifik. Kalau ada masalah gizi ditemukan kita tata laksana, kalau ada ibu hamil kurang energi kronis kita tata laksana. Ibu hamil ini harus periksa kehamilan minimal enam kali, dua kalinya dengan dokter. Kalau semua sudah dikerjakan, mau hadir dan fokus, pasti teratasi," tegasnya.
Pilihan Editor: 5 Juta Anak Stunting di Indonesia, Ini Tindakan yang Diambil Kemenkes