Filosofi Ikan Bandeng dalam Perayaan Imlek dan Ujian Calon Menantu Perempuan

Sabtu, 10 Februari 2024 06:45 WIB

Penjual menunjukan ikan bandeng musiman menunggu pembeli jelang Hari Raya Imlek di Rawa Belong, Jakarta, 18 Jakarta 2023. Penjual bandeng musiman ini menjual daganganya jelang perayaan Imlek yang dijual dengan harga mulai dari Rp. 50.000 hingga Rp. 90.000 per kilonya. TEMPO/Fajar Januarta

TEMPO.CO, Jakarta -Setiap menjelang perayaan Imlek, ikan bandeng selalu menjadi primadona dalam sajian hidangan. Tidak hanya sebagai hidangan khas, ikan bandeng juga mengandung makna dan filosofi yang dalam bagi masyarakat Indonesia, khususnya etnis Tionghoa dan Betawi.

Filosofi Ikan Bandeng

Dalam perayaan Imlek, ikan bandeng tidak hanya dijadikan makanan, tetapi juga simbol kemakmuran, keberuntungan, dan penghormatan.

Dilansir dari situs Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ikan bandeng memiliki simbolisme yang kaya dalam tradisi Tionghoa. Dalam logat Mandarin, kata "ikan" dalam logat atau pelafalan Mandarin sama dengan “Yu” memiliki arti "rezeki". Oleh karena itu, ikan bandeng dianggap sebagai simbol kemakmuran dan rezeki yang berlimpah.

Namun, duri yang banyak pada ikan bandeng juga menggambarkan rumitnya kehidupan yang memerlukan kehati-hatian dalam menanggapi setiap tantangan. Dalam tradisi Tionghoa, ikan bandeng dihidangkan secara utuh dari kepala hingga ekor, melambangkan harapan akan rezeki yang mengalir utuh dari awal hingga akhir tahun.

Advertising
Advertising

Penghormatan terhadap keluarga juga tercermin dalam penyajiannya, di mana anggota keluarga yang tidak membawa ikan bandeng kepada yang lebih tua dianggap tidak memiliki kesopanan.

Bandeng Pindang

Dalam tradisi Betawi, Pindang Bandeng tidak hanya menjadi menu sehari-hari, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari perayaan Imlek. Orang Betawi mempercayai bahwa memasak dan menyajikan Pindang Bandeng pada perayaan Imlek adalah tanda kematangan jiwa.

Selain itu, Pindang Bandeng juga memiliki makna dalam tradisi perjodohan, di mana calon menantu perempuan menghadapkan dirinya pada berbagai tes untuk membuktikan kualitasnya sebagai anggota keluarga yang layak.

Ikan Bandeng dan Menantu Perempuan

Perayaan Imlek di Indonesia mencerminkan akulturasi budaya antara etnis Tionghoa dan Betawi. Ikan bandeng menjadi simbol kemakmuran dan penghormatan tidak hanya bagi masyarakat Tionghoa, tetapi juga bagi masyarakat Betawi.

Terdapat tradisi mengantar ikan bandeng kepada orang tua dan mertua sebagai tanda penghormatan. Tak hanya sebagai hidangan, ikan bandeng juga memiliki peran dalam tradisi perjodohan di masyarakat Betawi.

Filosofi ikan bandeng dalam menguji calon menantu perempuan mencerminkan proses yang tidak hanya sekadar tes keterampilan memasak, tetapi juga mengungkapkan nilai-nilai dan karakter yang dianggap penting dalam sebuah hubungan pernikahan.

Pertama, tes kerajinan menyoroti kualitas seseorang dalam mengelola waktu dan tanggung jawab. Kemampuan untuk bangun pagi dan mendapatkan ikan bandeng yang baik menunjukkan keseriusan dan dedikasi calon menantu perempuan dalam menghadapi tugas-tugas sehari-hari.

Kedua, tes ketekunan menguji kemampuan calon menantu perempuan untuk bersabar dan bekerja dengan teliti dalam menghadapi tantangan. Proses memasak pindang bandeng yang membutuhkan kesabaran dan perhatian terhadap detail menunjukkan sifat ketekunan dan konsistensi dalam menjalani hubungan.

Ketiga, tes sensitivitas mengungkapkan kemampuan calon menantu perempuan dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan selera orang lain. Mampu menyesuaikan rasa pindang bandeng sesuai dengan preferensi keluarga calon mertua menunjukkan empati dan kepekaan terhadap orang lain.

Keempat, tes kerapihan menyoroti keindahan dan keharmonisan dalam penyajian hidangan. Kemampuan calon menantu perempuan dalam menyajikan pindang bandeng dengan rapi dan estetis mencerminkan nilai-nilai tentang tanggung jawab dan kehormatan dalam mempersembahkan sesuatu kepada orang lain.

Selain itu, dalam perayaan pernikahan di masyarakat Betawi, terdapat tradisi yang dikenal sebagai "ngejot" ikan bandeng yang diinterpretasikan sebagai penanda nilai berharga dalam hubungan pernikahan.

Menurut keyakinan yang tersebar, semakin besar ukuran mata ikan bandeng yang dibawa oleh pengantin pria, semakin besar pula nilai berlian yang akan dibawa. Hal ini memiliki keterkaitan dengan tradisi pernikahan orang Tionghoa, di mana mata ikan bandeng dianggap sebagai representasi dari berlian yang berharga.

PUTRI SAFIRA PITALOKA | AMELIA RAHIMA SARI

Pilihan Editor: Gratis 60 Link Twibbon Imlek, Begini Cara Download dan Upload Gong Xi Fa Cai di Tahun Naga Kayu

Berita terkait

Kerusuhan 13 Mei 1969 Terjadi di Malaysia dan Penjarahan 13 Mei 1998 di Indonesia Jadi Kenangan Kelam

3 hari lalu

Kerusuhan 13 Mei 1969 Terjadi di Malaysia dan Penjarahan 13 Mei 1998 di Indonesia Jadi Kenangan Kelam

Indonesia dan Malaysia punya kenangan kelam pada kerusuhan dan penjarahan pada 13 Mei, pada 1969 dan 1998. Berikut kejadiannya.

Baca Selengkapnya

Tips agar Tak Salah Pilih Pasangan lewat Perjodohan

15 hari lalu

Tips agar Tak Salah Pilih Pasangan lewat Perjodohan

Buat yang sedang mencari pasangan melalui proses perjodohan atau kencan kilat, perhatikan beberapa hal penting berikut agar tak salah pilih.

Baca Selengkapnya

Persoalan yang Bisa Muncul Akibat Menikah karena Dijodohkan

20 hari lalu

Persoalan yang Bisa Muncul Akibat Menikah karena Dijodohkan

Perjodohan memang tak selalu berjalan mulus apalagi bila tanpa cinta. Berikut beberapa persoalan yang bisa muncul bila menikah karena dijodohkan.

Baca Selengkapnya

Tradisi Pasar Bandeng di Gresik Kembali Digelar

37 hari lalu

Tradisi Pasar Bandeng di Gresik Kembali Digelar

Selain Kontes Bandeng Kawak, Pasar Bandeng juga menghadirkan pasar rakyat yang menyediakan makalan gratis bagi masyarakat.

Baca Selengkapnya

Mengenal Makanan Gohyong, Bukan Kuliner Korea

57 hari lalu

Mengenal Makanan Gohyong, Bukan Kuliner Korea

Gohyong menjadi jananan kaki lima yang tengah naik daun saat ini. Namanya seperti kuliner Korea, ternyata akulturasi Tinghoa dan Betawi.

Baca Selengkapnya

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

6 Maret 2024

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024 mengedepankan edukasi budaya Tionghoa Mataram yang belum banyak dikenal masyarakat.

Baca Selengkapnya

Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

26 Februari 2024

Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

Selain bebek peking, di sepanjang puluhan deretan stan tersebut juga tersedia berbagai kuliner khas Tionghoa lainnya di Festival Pecinan Banyuwangi.

Baca Selengkapnya

Detik-detik Tradisi Cap Go Meh 2024 yang Dirayakan Hari Ini

24 Februari 2024

Detik-detik Tradisi Cap Go Meh 2024 yang Dirayakan Hari Ini

Di Indonesia Cap Go Meh salah satu festival terbesar yang digelar di beberapa daerah. Masing-masing memiliki cara khas dalam memeriahkan Cap Go Meh.

Baca Selengkapnya

Asal Usul Tradisi Menyantap Ronde saat Cap Go Meh, Terinspirasi Koki Istana Zaman Dinasti Han

23 Februari 2024

Asal Usul Tradisi Menyantap Ronde saat Cap Go Meh, Terinspirasi Koki Istana Zaman Dinasti Han

Di zaman Dinasti Han, seorang koki istana diberi libur untuk bertemu keluarganya saat Cap Go Meh setelah menyajikan ronde kepada kaisar

Baca Selengkapnya

Sejarah Arak-arakan Sipasan, Tradisi Perayaan Cap Go Meh yang Hanya Ada di Padang dan Taiwan

21 Februari 2024

Sejarah Arak-arakan Sipasan, Tradisi Perayaan Cap Go Meh yang Hanya Ada di Padang dan Taiwan

Tradisi Arak-arakan Sipasan saat Cap Go Meh hanya dilakukan di dua tempat di dunia ini, yaitu di Padang dan Taiwan.

Baca Selengkapnya