Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Rabu, 10 April 2024 19:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Demam Berdarah masih menjadi tantangan serius di sejumlah wilayah Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, telah terjadi 46.168 kasus demam berdarah di Indonesia selama 12 pekan pertama di tahun 2024. Angka tersebut naik 2,5 kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu, dengan korban meninggal mencapai 350 orang, membuat Indonesia berada di tengah-tengah krisis kesehatan yang serius. Kemunculan kembali endemik demam berdarah tersebut menjadi pengingat akan kerentanan Indonesia terhadap wabah.
Mengatasi masalah demam berdarah menjadi salah satu tema utama yang akan dibahas dalam pertemuan regional tahunan World Health Summit. Kali ini, pertemuan itu akan dilaksanakan untuk pertama kalinya di Australia oleh Monash University. Acara yang akan dilaksanakan di Melbourne pada 22–24 April 2024 akan dihadiri oleh 150 pemimpin visioner dan pembawa perubahan dari berbagai sektor dan disiplin ilmu dengan tajuk 'Informed Prevention, Informed Care.' Misi kolektif mereka adalah mengungkap misteri seputar penyakit tersebut, menemukan solusi yang inovatif, dan membangun jalan menuju masa depan yang lebih cerah dan lebih sehat di kawasan Asia Pasifik.
Peneliti Indonesia ternama dari World Mosquito Program, inisiatif nirlaba dari Monash University, Citra Indriani akan menjadi salah satu pembicara dalam satu dari lebih dari 40 sesi acara yang akan datang. Ia akan menjelaskan intervensi kesehatan berbasis ilmiah yang dapat dilakukan di tengah-tengah masyarakat untuk mengurangi kasus demam berdarah di Indonesia. Selama bertahun-tahun, Citra telah memelopori riset inovatif, di mana penelitian terbarunya pada 2022 menyoroti efektivitas uji acak terkendali yang melibatkan pelepasan nyamuk pembawa bakteri Wolbachia. Metode inovatif ini telah terbukti berkontribusi terhadap penurunan kasus demam berdarah sebesar 77 persen dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapatkan penanganan.
Beberapa peneliti dari Monash University, Indonesia, juga akan terlibat. Salah satunya adalah Henry Surendra, epidemiologi penyakit menular dan Associate Professor of Public Health, yang menjadi anggota komite program World Health Summit, secara khusus merancang sesi “Emerging and re-emerging infectious health threats: Opportunities for effective regional coordination and leadership”. Selain itu, sebagai Koordinator Program Master of Public Health, Monash University, Indonesia, dia akan bergabung dalam sesi “Breaking barriers, building bridges and shaping the future of public and global health education, khususnya membahas strategi untuk mengintegrasikan kompetensi budaya ke dalam kurikulum, mempromosikan inklusivitas dan responsif dalam menjawab kebutuhan kesehatan populasi yang beragam.
Menurut Henry, penelitian dan pembelajaran adalah dua aspek akademik yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat regional dan global. Meneliti isu-isu kesehatan masyarakat yang utama, seperti penyakit menular yang muncul dan kembali muncul, akan membantu kita memahami dinamika penularan penyakit, Penelitian itu diharapkan juga bisa mengidentifikasi strategi pengendalian dan pencegahan yang efektif. Di sisi lain, pembelajaran yang inklusif akan mempercepat pengembangan tenaga kerja dan mempertahankan peran mereka di sektor kesehatan global dan kesehatan masyarakat.”
Lalu, Associate Professor of Public Health, Monash University, Indonesia, Claudia Stoicescu, akan membawa keahliannya dalam harm reduction, HIV, dan drug policy. Dia akan menyoroti tren terbaru dalam penggunaan metode detensi penyalahgunaan narkoba berkasus hukum (compulsory) di kawasan Asia Pasifik atas nama ‘rehabilitasi’, serta mengkaji beberapa alternatif berbasis komunitas dan sukarela (voluntary) yang menjanjikan, sebagai bahan diskusi dalam sesi “Rethinking drug policy: minimizing harm and unintended consequences session. Rehabilitasi penyalahguna narkoba berkasus hukum (compulsory drug treatment) kerap dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk minimnya proses hukum yang adil, kerja paksa, asupan gizi yang tidak memadai, kekerasan fisik dan seksual terhadap tahanan, dan penolakan terhadap layanan kesehatan dasar. Pada tahun 2022, Stoicescu menjadi co-author Special Section Compulsory Drug Treatment and Rehabilitation, Health, and Human Rights dalam Health and Human Rights Journal publikasi Harvard University.
Menurut Claudia, kawasan Asia Tenggara memegang peran penting dalam kesehatan global. "Dan apa yang akan kita diskusikan di Melbourne akan memiliki relevansi secara global. Pendekatan detensi narkoba yang bersifat menghukum di kawasan ini terus menjadi tantangan sosial dan kesehatan masyarakat yang mendesak, serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia," katanya.
Sementara itu, Doctor Svetozar Kovacevik, Director of Research and Graduate Research, Faculty of Medicine, Nursing, and Health Sciences, Monash University, mengemukakan pentingnya World Health Summit itu sendiri. Ia menekankan, World Health Summit, salah satu pertemuan kesehatan global paling terkemuka di dunia, memberikan kesempatan langka untuk mempertemukan ahli-ahli dari berbagai kalangan. "(Mereka adalah para) Pengambil kebijakan, pemerintah, akademisi, hingga LSM, untuk berkumpul setiap tahun di bawah satu atap mendiskusikan solusi-solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan global," katanya.
Pilihan Editor: Monash University Ingin Perkuat Kerja Sama Riset dengan Kampus di Indonesia