Kapan Modalitas Komplementer Bisa Diterapkan pada Pasien Stroke?
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Senin, 27 Mei 2024 11:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania mengatakan pengobatan dengan modalitas komplementer baru bisa diterapkan saat fase akut atau hari pertama sampai ketujuh serangan stroke.
“Yang bisa dijalani selain medis konvensional, akupunktur bisa masuk di hari pertama sampai hari ketujuh untuk rekover fungsi tubuh yang terkena dan fungsi otak. Herbal juga bisa masuk tapi saat fase akut harus berhati-hati,” katanya dalam diskusi mengenai pengobatan herbal jamu untuk diabetes dan stroke, Minggu, 26 Mei 2024.
Inggrid mengatakan saat menerapkan modalitas herbal pada fase akut stroke harus berhati-hati karena herbal Indonesia belum banyak diteliti bisa bekerja dalam fase akut. Yang sudah diteliti hingga uji klinis justru herbal dari Cina seperti astragalus dan salvia miltiorrhiza.
Ia menyebut penelitian juga masih sangat terbatas sehingga harus berhati-hati agar penggunaan herbal Indonesia dapat memberikan manfaat terhadap proteksi neuron, neurogenesis, dan neuroplastisitas dan termasuk memelihara aliran darah. Penggunaan herbal pada fase 1-7 hari ini juga harus berhati-hati karena hasil uji klinik yang belum konsisten dan tidak signifikan dibanding penggunaan plasebo sehingga harus diperhatikan risiko dan manfaatnya.
“Ada juga misalnya herbal termasuk herbal Cina, cuma isinya ada mineral yang basisnya sebetulnya dari arsen dan raksa, itu juga harus berhati-hati ketika dikombinasi dengan obat medis konvensional,” paparnya.
Setelah enam bulan
Setelah fase kronis di atas enam bulan, akupunktur dan herbal menjadi lebih aman dan mempercepat proses pemulihan. Penggunaan herbal dari fase akut hingga kronis memiliki dua fungsi, yakni meregulasi aliran darah dengan cara mendiliatasi atau melebarkan pembuluh darah, menghambat trombosit, meregulasi penggumpalan dan lipid darah serta kolesterol.
Fungsi kedua yaitu proteksi otak dengan mekanisme antioksidan, antikerusakan oksida nitrat, anti-inflamasi atau peradangan neuron, memproteksi neurovaskular, dan melindungi batas otak dan darah. Inggrid mengatakan pengobatan tradisional komplementer belum terbukti lebih baik dari pengobatan konvensional sehingga mengingatkan pengobatan ini bukan sebagai pengganti obat konvensional medis.
“Namun tetap bermanfaat untuk menjaga faktor risiko stroke seperti hipertensi, menstabilkan gula darah dan lipid darah sehingga bermanfaat mencegah stroke atau stroke berulang, demikian juga saat pemulihan,” jelasnya.
Sementara pada pasien stroke, pengobatan herbal lebih diutamakan yang bersifat nutrisi penting, vitamin dan mineral, dan zat antioksidan karena sangat bermanfaat untuk tambahan nutrisi mendukung pemulihan secara holistik.
“Herbal atau jamu bisa dipakai untuk pencegahan dan pemulihan stroke karena herbal atau jamu terkait gaya hidup. Salah satunya diet gizi seimbang, yang utama berbasis tanaman, tumbuhan, atau nabati,” tandasnya.
Pilihan Editor: Makanan yang Dianjurkan Pakar Saraf untuk Pasien Stroke