TEMPO.CO, Jakarta - Pelecehan seksual dan video seks anak remaja yang terjadi di SMPN 4 Jakarta menimbulkan beberapa asumsi. Salah satunya muncul persoalan hiperseks atau kecanduan melakukan hubungan seksual yang dialami korban pelecehan.
Dr Boyke Dian Nugraha SpOG MARS mencoba meluruskan asumsi tersebut. Menurut dia, remaja tidak bisa dikategorikan sebagai hiperseks. "Keinginan untuk melakukan seks pada remaja memang tinggi. Keinginan seks yang tinggi belum bisa disebut hiperseks," kata Boyke kepada Tempo, Jumat, 1 November 2013.
Menurut dia, hiperseks dipengaruhi oleh gangguan kepribadian. "Kebanyakan penderita hiperseks itu memiliki kelainan kejiwaan," kata Boyke. Penderita hiperseks cenderung memiliki keinginan seksual yang tinggi dan tidak merasakan kepuasan dari hubungan seks yang dilakukannya beberapa kali. "Penderita hiperseks pada pria disebut satyriasis, sementara perempuan disebut nymphomania," kata Boyke. (Baca: Wanita Ini Masturbasi 47 Kali Sehari)
Pada pria penderita satyriasis, kelainan disebabkan oleh faktor fisik maupun psikis. Dari aspek fisik, salah satunya, akibat peradangan di saluran kemih yang merangsang kerja saluran tersebut sedemikian rupa, sehingga individu bersangkutan terkesan "haus" untuk melakukan hubungan seks. Adapun aspek psikis berupa ketidaknyamanan dalam diri yang membuat kebutuhan akan kedekatan dengan lawan jenis meningkat tajam.
Pada perempuan nymphomania, kelainan disebabkan oleh faktor psikis. Salah satunya berakar pada terjadinya penyimpangan selama masa pertumbuhan dari usia balita sampai remaja, misalnya ketika kecil pernah menyaksikan bagaimana orang tuanya melakukan hubungan seks.