Penderita Skizofrenia Belum Dapat Obat Tepat
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Jumat, 12 September 2014 20:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Waspadai ketika seseorang mulai menarik diri dari pergaulan, tidak semangat dan tak ada motivasi bergaul. Ini bisa menjadi indikasi seseorang menderita skizofrenia.
Menurut Dr A.A. Ayu Agung Kusumawardhani SpKJ(K), Ketua Seksi Skizofrenia PDSKJI, skizofrenia merupakan suatu penyakit jiwa berat dan sering kali berlangsung kronis dengan gejala utama berupa gangguan proses pikir.
"Pembicaraan sulit dimengerti, isi pikir yang tidak sesuai realita (delusi atau waham), disertai gangguan persepsi panca indera yaitu halusinasi, dan disertai tingkah laku yang aneh, seperti berbicara atau tertawa sendiri," kata Ayu di sela acara Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2014 di Hotel Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, pada 9 September 2014. (Baca: BPJS Tanggung Pengobatan Penderita Skizofrenia)
Gangguan jiwa ini kerap muncul di usia produktif yaitu 15-25 tahun, sehingga perlu mengenali gejala, serta terapi sedini mungkin, agar dapat meningkatkan probabilitas pemulihan sempurna (recovery).
Konsep recovery saat ini masih dianggap terlalu jauh. Padahal sangat diperlukan untuk kehidupan orang dengan skizofrenia (ODS) dalam jangka panjang.
Gejala psikotik awal skizofrenia dapat menyebabkan ODS kesulitan berinteraksi serta menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia luar. Hal ini tentunya akan mengganggu produktivitas dan kapasitas bekerja serta bersosialisasi di masyarakat.
Dr Eka Viora SpKJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengatakan dari data Riskesdas 2013, prevalensi gangguan jiwa berat (termasuk skizofrenia) mencapai 1,7 per mil atau 1-2 orang dari 1.000 warga di Indonesia mengalami gangguan kejiwaan berat.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar belum berinisiatif atau berkesempatan mendapatkan pengobatan yang tepat, sehingga mengakibatkan kondisi ODS yang masih sulit diterima kembali di masyarakat.
"Prevalensi skizofrenia di Indonesia diprediksi akan bertambah dan jika ODS tidak mencapai recovery maka akan sangat membebani penderita, keluarga, dan masyarakat, karena menunda waktu mereka untuk kembali produktif di masyarakat," kata Ayu. (Baca: Pemerintah Ragukan Riset Penderita Skizofrenia)
Sebaiknya, gejala skizofrenia ditinjau sejak dini dari keluarga. "Ini aspek penting bagi ODS untuk mendapatkan terapi sebaik mungkin, termasuk pengawasan akan kepatuhan dalam mengonsumsi obat," kata Ayu.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Komunitas Peduli Skizofrenia (KPSI), dan Johnson & Johnson Indonesia, sebagai wakil pihak swasta yang aktif mendukung program kesehatan jiwa menyelenggarakan rangkaian kegiatan edukatif untuk memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) yang jatuh pada tanggal 10 Oktober.
Tahun ini HKJS mengangkat tema living with schizophrenia yang bertujuan untuk meningkatkan awareness pentingnya terapi dini yang tepat bagi orang dengan skizofrenia serta mengajak masyarakat dunia memberikan dukungan dan menerima ODS kembali aktif dan produktif di tengah masyarakat.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Anak Juga Bisa Jadi Duta Lingkungan
Bagian Ingatan Pasien Demensia Menyusut
Di Kantor Pun Bisa Lakukan Olahraga
Ini Proses Terjadinya Demensia