TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog Klinis dan Forensik A. Kasandra Putranto berpendapat, persekusi atau main hakim sendiri masih terjadi lantaran minimnya pendidikan, pengetahuan, dan pembentukan karakter pelaku. Pemahaman pelaku mengenai kesetaraan dianggap terbatas.
“Kapasitas pengendalian [pelaku persekusi] emosi yang minim,” kata Kasandra saat dihubungi Tempo, Kamis, 16 November 2017.
Sepasang kekasih yang hendak menikah, R(28) dan perempuan MA (20), dianiaya dan diarak nyaris bugil oleh warga Kampung Kadu, Kelurahan Sukamulya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Sabtu, 11 November 2017. Pasangan itu dituduh melakukan perbuatan mesum.
Menurut Kasandara, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut apakah pelaku persekusi merasa marah atau ingin mempermalukan R dan MA. Namun, umumnya ada tokoh provokator yang menggerakkan massa dan mengajak melakukan persekusi.
Baca juga:
Apa Alasan Gugatan Cerai Dikabulkan? Intip Kasus Ustad Al Habsyi
Sulih Suara, Kaesang Pangarep Sulit Menghilangkan Logat Medoknya
Mengintip Rumah Setya Novanto, Karakternya Modern dan Transparan
Baca juga:
“Harus ada tindakan hukum agar (pelaku persekusi) jera,” ujar Kasandra.
Berdasarkan pemberitaan Tempo pada Rabu, 15 November 2017, Kepolisian Resor Kota Tangerang menetapkan enam tersangka atas kasus persekusi warga setempat terhadap R dan MA. Mereka dituduh menganiaya, menelanjangi, dan memaksa keduanya keliling kampung.
Salah satu tersangka itu adalah ketua rumah tangga (RT) berinisial T. Menurut Kapolres Kota Tangerang Ajun Komisaris Besar M. Sabilul Alif, T telah memprovokasi dengan mengajak warga memotret dan membuat video R dan MA yang sedang diarak keliling kampung.
“Lebih parah lagi, T mengajak warganya untuk memotret dan mem-video-kan korban persekusi, bahkan menyilahkan berswa-foto,” kata Sabilul kepada wartawan, Selasa, 14 November 2017.
Perbuatan persekusi itu bermula dari T yang mengetuk pintu rumah kontrakan MA di Kampung Kadu pada Sabtu malam, 11 November 2017. Saat itu, ada R yang membawakan makan malam untuk MA. MA yang adalah pendatang dari Bengkulu dan bekerja di perusahaan di Tangerang meminta R untuk membawakannya makanan.
Ketika warga berhasil masuk, R dan MA sedang makan besama. Namun, mereka dipaksa untuk mengaku telah berbuat mesum. Keduanya juga dipaksa keluar rumah. R hanya mengenakan celana dalam biru tua dan bertelanjang dada. Sementara MA hanya mengenakan celana dalam hitam dan kaos oblong biru dengan corak warna-warni di bagian dada.
Kemudian, R dan MA diarak puluhan warga dari rumah kontrakan ke jalan raya sejauh 200 meter. R diarak dengan wajah lebam-lebam. Keduanya pun meminta maaf, tapi tak direspons baik oleh warga.
“Ampun pak, ampun pak, tapi teriakan MA tak digubris. Malah, salah satu tersangka menarik kaos biru yang masih melekat di tubuh MA hingga perempuan itu nyaris bugil,” jelas Sabilul.
LANI DIANA | AYU CIPTA