TEMPO.CO, Jakarta - Kabut asap dan segala dampaknya bagi kesehatan masih menjadi sorotan di berbagai daerah. Penderita cacat jantung dan paru-paru merupakan kelompok paling rentan terkena dan terserang polutan, terutama saat bencana kabut asap melanda di sejumlah daerah.
"Jadi, bukan tergantung umur atau jenis kelamin," kata Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto, di Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Sebagai contoh, penderita asma kronis dan jantung paru yang lemah, dipastikan akan lebih cepat terkena dan mudah apabila terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Setelah itu, kelompok rentan yang mudah terserang polutan yaitu anak kecil karena fungsi parunya belum begitu sempurna. Kemudian, ibu hamil dan terakhir kategori dewasa.
"Jadi, ini tidak bicara umur atau gender tapi lebih kepada kapasitas dasar jantung parunya," katanya.
Kendaraan melintas di jalanan yang diselimuti asap di daerah Panarung, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa, 17 September 2019. Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang menyelimuti Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menyebabkan kualitas udara di kota itu berbahaya untuk kesehatan warga. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Baca Juga:
Temuan Kemenkes di lapangan, banyak kelompok pemuda yang mengidap asma kronis dan ketika terpapar kabut asap langsung bengek atau sesak napas. Terkait adanya informasi bayi yang meninggal diduga karena terpapar kabut asap di daerah Riau, Achmad mengatakan hal tersebut harus diuji kebenarannya termasuk riwayat penyakit yang pernah diidap.
Ia mencontohkan kasus kematian balita pada 2015 bukan karena terpapar kabut asap melainkan akibat diare, muntaber, dan dehidrasi berat. Pada saat itu, kondisi kabut asap cukup tebal sehingga orang tuanya takut membawa anaknya ke rumah sakit.
"Akibat terlambat dan ketika sampai di rumah sakit bayi itu sudah dehidrasi berat, ditambah kena paparan kabut asap," katanya.
Selain Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), iritasi mata dan iritasi pada saluran napas merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan petugas kesehatan selama bencana karhutla di beberapa daerah.
"Iritasi mata dan iritasi pada saluran napas ini naik tinggi dan apabila tidak diatasi dengan baik maka terjadi ISPA," katanya.