Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berlabuh di Kahyangan, Mencicipi Wisata Sumbawa  

image-gnews
Berlabuh di Kahyangan mencicipi wisata Sumbawa
Berlabuh di Kahyangan mencicipi wisata Sumbawa
Iklan

TEMPO Interaktif, Sumbawa: Dengan penuh harap, saya memulai perjalanan ke Sumbawa Barat, awal Agustus lalu. Pesawat Garuda Indonesia yang membawa saya mendarat di Bandara Ampenan pukul 13.00 WITA. Penerbangan dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, memakan waktu satu jam 40 menit.

pantaiDengan menggendong satu ransel kamera dan peralatan di punggung serta menyeret satu koper kecil, saya menghampiri petugas bandara untuk memanggilkan taksi. Sebenarnya ada beberapa alternatif angkutan menuju Pelabuhan Kahyangan. Selain taksi dan bus Damri, ada angkot "liar" jurusan Ampenan-Gunung Sari yang akan mengantarkan penumpangnya ke Terminal Mandalika, dengan tarif Rp 15.000. Lalu dari Terminal Mandalika ke Pelabuhan Kahyangan, yang terletak di Lombok Timur, masih harus menyambung dengan naik angkutan sejenis Colt Diesel dengan ongkos sekitar lima ribuan. Tapi, karena saya dibiayai kantor, buat apa repot-repot "ngeteng"? Lagi pula saya ingin cepat-cepat melihat Lombok. Jadi, taksi itulah pilihan saya.

Sesekali sopir taksi bertanya tentang tujuan saya datang ke Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Saya menjawab sekenanya.

AC taksi yang tidak terasa dingin membuat panas matahari yang terik cukup menjengkelkan. Tapi saya berusaha untuk menikmati pemandangan di kanan-kiri dalam perjalanan menuju Pelabuhan Kahyangan. Lucunya, untuk berkelit dari AC yang menyala namun sama sekali tidak mengeluarkan hawa dingin, si sopir taksi membuka jendela seraya menyalakan sebatang rokok.

"Mas, mau ngerokok dulu?" ujarnya.

Saya merasa dia tidak benar-benar berniat menawarkan rokok karena tidak sebatang rokok pun yang ditawarkannya kepada saya. Tapi saya hanya diam, dan mulai ikut membuka jendela mobil. Lumayan, sedikit angin sepoi-sepoi. AC alam!

Taksi terus melaju. Tapi, tak lama kemudian, sopir memutuskan untuk berhenti. Waduh, kesabaran saya benar-benar diuji sopir taksi. Dengan entengnya, ia meminta waktu 15 menit untuk makan. "Sayang mas, nasinya takut rusak," ujarnya.

Saya hanya bisa menggerutu dalam hati dan merasa iri dengan sopir itu karena saya juga lapar.

Akhirnya, setelah menempuh jarak 80 kilometer, saya tiba di Pelabuhan Kahyangan pada pukul 17.30. Begitu membuka pintu taksi, beberapa anak berhamburan ke arah saya. Mereka menawarkan jasa membawakan barang. Raut kecewa tergambar di wajah mereka ketika mendapati saya hanya membawa sedikit barang dan tidak tampak membutuhkan jasa mereka. Saya menolak dengan halus dan mereka pun pergi mencari calon konsumen jasa lain. Saya pun buru-buru pergi dari hadapan si sopir taksi setelah membayar ongkos Rp 260.000.

Saat melempar pandangan ke Pelabuhan Kahyangan, saya hanya bisa menghela napas. "Apanya yang seperti kahyangan?" pikir saya kesal. Pelabuhan itu kecil namun lumayan ramai dengan penumpang kapal yang hilir-mudik. Kebanyakan pengguna jasa pelabuhan itu adalah para pekerja tambang Freeport di Sumbawa Barat, yang pulang-pergi Kahyangan-Potanano, pelabuhan yang terletak di Kota Taliwang. Pekerja-pekerja itu ada yang berasal dari Jawa maupun Sulawesi. Biasanya, jumlah mereka membengkak memadati Pelabuhan Kahyangan pada akhir pekan, yaitu Jumat malam sampai Minggu malam. Dan karena saya sampai di pelabuhan itu menjelang malam, wajar bila saya disambut dengan pemandangan keramaian.

Karena perut kosong, saya segera melangkahkan kaki menuju satu-satunya warung makan yang ada di sana. Saya sudah berharap untuk mengisi perut dengan sejumlah menu khas Sumbawa, seperti plecing kangkung dan ayam Taliwang, yang disajikan utuh dengan citarasa pedas. Bukankah lombok juga berarti cabai? Dan nasi yang hangat dengan ayam pedas dan plecing kangkung pasti nikmat. Namun lagi-lagi, saya terpaksa gigit jari karena menu yang ditawarkan hanya nasi rames biasa.

Usai makan, saya menaiki kapal menuju Pelabuhan Pototano. Perjalanan menyeberang memakan waktu sekitar dua jam.

Lain Kahyangan, lain Pototano. Kalau di Kahyangan saya disambut sejumlah anak kecil, kali ini beberapa tukang ojek yang berhamburan menghampiri saya. Sekali lagi, saya menolak jasa mereka, karena saya menunggu jemputan dari Pemda Sumbawa Barat. Sembari menunggu, saya mengamati pola tukang ojek yang menghampiri pengguna kapal yang menyeberang ke pelabuhan. Walaupun berhamburan ke arah datangnya penumpang yang turun, mereka dengan tertib mengantre giliran dengan sesama mereka, agar adil mendapatkan rezeki.

Setelah satu jam mengamati keadaan sekitar Pototano, tapi "Utusan Pemda itu kok nggak juga datang?" batin saya. Awalnya saya menunggu sosok Pak Manurung, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemda Kabupaten Sumbawa Barat. Tapi, yang datang menjemput anak buahnya, seorang pemain sepak bola dari Klub Sumbawa Barat. Lalu ia pun membawa saya ke Kota Taliwang, dan menempatkan saya di sebuah hotel kelas melati, sekamar dengan pria sebaya saya bernama Mago.

Tubuh yang cukup letih memaksa saya untuk segera tidur. Namun agak sulit karena teman sekamar saya berlama-lama telepon dengan pacarnya. Bukan saya iri, tapi saya ingin cepat tidur karena besok pagi harus sudah ke Pantai Labat untuk memotret budidaya cangkang mutiara. Kira-kira menjelang tengah malam, saya baru bisa tertidur.

* * *

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari masih pagi, pukul 07.30 ketika Feri, staf Humas Pemda Kabupaten Sumbawa Barat, mengantarkan saya menikmati Kota Taliwang. Kota kecil seluas sekitar 24.310 hektare yang terdiri dari satu kecamatan dengan enam kelurahan itu merupakan ibu kota Kabupaten Sumbawa Barat. Kabupaten ini merupakan pecahan dari Kabupaten Sumbawa sejak empat tahun lalu. Kegiatan ekonomi penduduk kota itu berpusat di Pasar Taliwang.

Setelah berkeliling sekadarnya, kami menuju Pantai Labat, dengan waktu tempuh 20 menit bila menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Sejak pagi, matahari sudah terasa terik, namun hawanya terasa dingin, karena kota Taliwang dikelilingi kawasan perbukitan. Feri memperlihatkan lokasi budidaya cangkang mutiara, yang menjadi komoditas andalan Sumbawa Barat.

Kami hanya sebentar di Pantai Labat karena harus segera ke kompleks Kantor Bupati untuk menghadiri Bulan Apresiasi Budaya (BAB) yang rencananya akan dimulai pukul dua siang. Selama sebulan, dari 2 Agustus 2008 sampai 2 September 2008, dalam rangka perayaan bertema Nusa Tenggara Barat (NTB) Emas, Kota Taliwang menggelar serangkaian acara, yang dipusatkan di kompleks Kantor Bupati.

Bupati berdinas di kantor yang memiliki dua lantai dengan helipad di atap gedung. Mengingat letaknya yang agak terpencil, tempat parkir capung besi raksasa itu diperlukan karena helikopter merupakan alat transportasi yang sangat mendukung mobilitas bupati dan stafnya keluar Sumbawa Barat.

BAB merupakan bagian dari rangkaian peringatan seabad Hari Kebangkitan Nasional, sekaligus perayaan setengah abad Provinsi Nusa Tenggara Barat dan pencanangan Visit Indonesia 2008. Pembukaan BAB siang itu dimeriahkan oleh seni kolosal yang menggambarkan falsafah "Kemuter Telu" yang merupakan nilai kehidupan masyarakat Sumbawa Barat. Selain itu, parade budaya berupa tari, pergelaran musik tradisional, dan teater juga memeriahkan acara tersebut.

Feri dengan setia menemani saya meliput kegiatan BAB siang itu. Usai acara, ia mengantar saya pulang ke hotel dengan menggunakan sepeda motor miliknya, Honda 70 berwarna putih yang sudah agak memudar. "Lebih enak motor tua, mas!" ujarnya, lugu.

* * *

Keesokan harinya, pagi-pagi saya sempat menikmati sop dan sate kambing madura, yang katanya paling enak di Taliwang, sebelum kembali ke Pantai Labat untuk memuaskan diri memotret kegiatan di sana. Sebelum sore, saya harus kembali ke hotel untuk berkemas dan menyeberang kembali ke Pelabuhan Kahyangan, untuk meneruskan perjalanan ke Lombok. Ingin rasanya saya menyicipi tempat wisata yang terkenal di Lombok.

Pukul delapan malam saya kembali menginjakkan kaki di Pelabuhan Kahyangan. Sebuah mobil Kijang kapsul 2005 yang ditawarkan jasa travel kemudian membawa saya ke Lombok. Untuk perjalanan kali ini, sampai Pantai Senggigi, saya harus merogoh kocek Rp 300.000. Saya pun beruntung mendapatkan hotel murah yang lumayan nyaman pada malam selarut itu.

Hampir tengah malam, saya berjalan-jalan di kawasan Senggigi melihat kehidupan malam di sana yang sepertinya selalu ceria dan ingar bingar. Tidak seperti di Jakarta yang bila nekat berjalan-jalan pada tengah malam dihantui ketakutan akan ditodong preman, saya dengan nyaman menikmati pemandangan di Senggigi. Sesekali bule-bule berpakaian seksi berseliweran di depan saya. Bahkan saat gelap menyelimuti Pantai Senggigi pun, semburat keindahannya masih bisa terlihat. Memang tidak kalah dengan indahnya pantai-pantai di Bali.

Setelah mengisi perut, saya pulang ke hotel pukul satu dini hari. Rasanya saya tidak sabar menunggu esok untuk menyaksikan keindahan pantai.

Pagi itu Pantai Senggigi jelas berbeda 180 derajat dengan Jakarta. Matahari lebih cepat menampakkan wajahnya. Satu-satunya rutinitas yang tampaknya terus berjalan di sana adalah kegiatan warga menjala ikan kecil untuk umpan memancing ikan besar.

Ombak tenang, dengan sesekali angin pantai menerpa wajah. Panas matahari jadi tidak terasa. Suasana pantai sendiri terlihat tenang. Terlalu tenang malah. Saya celingukan mencari gerombolan bule yang "harusnya" bisa saya dapati dengan mudah di sekitar garis pantai. Bayangan melihat perempuan-perempuan cantik berkulit pucat berjemur di pantai, pupus sudah. Rupanya mereka memilih menyeberang ke Pulau Gili Trawangan yang katanya lebih dahsyat keindahannya ketimbang Senggigi. Ingin rasanya ikut bersama mereka. Sayang jadwal pesawat ke Jakarta pukul 02.30 menghalangi langkah saya ke sana. Saya bertekad suatu hari nanti saya akan kembali ke Lombok dan Sumbawa Barat, untuk menyaksikan karapan kerbau, karapan ayam, dan tentu saja, ke Pulau Gili Trawangan.

DIMAS ARYO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tips Merencakan Liburan Keluarga

2 hari lalu

Ilustrasi liburan keluarga (pixabay.com)
5 Tips Merencakan Liburan Keluarga

Pakar perjalanan membagikan beberapa tips liburan keluarga


5 Tips Agar Road Trip Lancar dan Berkesan

10 hari lalu

Ilustrasi road trip. Unsplash.com/Caleb Whiting
5 Tips Agar Road Trip Lancar dan Berkesan

Sebelum mulai road trip, buat perencanaan dengan matang agar perjalanan lancar dan berkesan


KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

12 hari lalu

Kereta berkecepatan tinggi Whoosh yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. (ANTARA/Fitra Ashari)
KCIC Sebut Cuaca Buruk Picu Keterlambatan Perjalanan Kereta Cepat Whoosh

Cuaca buruk membuat perjalanan kereta cepat Whoosh mengalami keterlambatan. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memberi kompensasi makanan dan minuman untuk penumpang.


Daftar Pertanyaan yang Sering Diajukan saat Wawancara Visa

21 hari lalu

ilustrasi visa (pixabay.com)
Daftar Pertanyaan yang Sering Diajukan saat Wawancara Visa

Biasanya petugas akan menanyakan beberapa pertanyaan untuk menentukan kelayakan mendapatkan visa


Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

22 hari lalu

Maskapai penerbangan SAS. Instagram.com/@flysas/@bravojulietspotting
Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

Salah satu penumpang merasa antusias mengikuti penerbangan yang memberikan pengalaman unik


Pentingnya Power Nap Saat Perjalanan Jauh, Ini Maksudnya

22 hari lalu

Ilustrasi tidur di dalam mobil. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Pentingnya Power Nap Saat Perjalanan Jauh, Ini Maksudnya

Tidur singkat atau power nap dapat membantu masyarakat menjaga kesehatan fisik dan mental selama perjalanan jauh dengan kendaraan. Kenapa penting?


Terpopuler: Arus Balik Lebaran KAI Tawarkan Promo Tarif Spesial, Cek Titik Rawan Macet dan Kecelakaan Arus Balik Lebaran

22 hari lalu

Sejumlah pemudik kereta api Jaka Tingkir berjalan keluar setibanya di Stasiun Senen, Jakarta, Minggu 14 April 2024. Angka kedatangan akan terus bertambah seiring pemesanan tiket arus balik yang masih tersedia. Arus balik diprediksi mulai tanggal 13, 14 dan 15 April 2024. Pada tanggal-tanggal tersebut terdapat sebanyak 44.000 - 46.000 lebih penumpang per harinya yang menuju Jakarta. TEMPO/Subekti.
Terpopuler: Arus Balik Lebaran KAI Tawarkan Promo Tarif Spesial, Cek Titik Rawan Macet dan Kecelakaan Arus Balik Lebaran

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI memberikan promo tarif spesial selama masa arus balik Lebaran.


KAI Commuter Tambahkan 8 Perjalanan di Hari Pertama Kerja Besok

22 hari lalu

Sejumlah penumpang KRL Commuter Line menunggu keberangkatan kereta di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Senin 12 Juni 2023. Menurut keputusan Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan nomor 17 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pelaku perjalanan orang dengan transportasi kereta api pada 12 Juni 2023, penumpang diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat serta tidak berisiko tertular atau menularkan COVID-19 dan KAI Commuter selaku operator KRL Commuter Line menghimbau seluruh penumpang untuk tetap melakukan vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
KAI Commuter Tambahkan 8 Perjalanan di Hari Pertama Kerja Besok

KAI Commuter memprediksi akan ada lebih dari 850 - 900 ribu pengguna commuter line Jabodetabek di hari pertama kerja, pasca libur Lebaran 2024.


7 Hal Penting saat Merawat Motor Matic Setelah Mudik

24 hari lalu

Ilustrasi merawat motor. (Sumber: Yamaha)
7 Hal Penting saat Merawat Motor Matic Setelah Mudik

Motor perlu dirawat setelah digunakan saat mudik. Ini deretan komponen yang perlu dicek?


5 Tips Jitu Hindari Kehabisan Tiket Pelabuhan Penyeberangan saat Arus Balik

24 hari lalu

Pemudik berjalan keluar dari kapal di Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Banten, Sabtu 13 April 2024. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memprediksi puncak arus balik dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa terjadi pada tanggal 13 sampai 14 April. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
5 Tips Jitu Hindari Kehabisan Tiket Pelabuhan Penyeberangan saat Arus Balik

Jangan biarkan arus balik Lebaran jadi berantakan karena kehabisan tiket kapal. Ikuti tips ini untuk mengamankan tiket penyeberangan