TEMPO.CO, Jakarta - Racikan jamu mulai dari kunyit asam hingga empon-empon begitu populer seiring pandemi COVID-19. Salah satunya untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh melawan penyakit.
Namun, memasuki masa new normal benarkah jamu tak lagi diminati masyarakat? Dari sisi permintaan, salah satu produsen jamu, Retno Hemawati, yang mengusung label Sejiwa, mengatakan jumlah pesanan jamu justru meningkat, ditambah varian lain, macam jeruk nipis madu dan telang nipis, belakangan ini.
Baca Juga:
Pesanan untuk esok hari di kawasan Bekasi saja sudah melebihi 25 botol atau sedikit melebihi permintaan dua bulan terakhir. Menurutnya, sama seperti saat Ramadan, pembelinya memilih varian racikan bahan alami yang menyegarkan.
"Peningkatan di bulan pertama dalam dua bulan terakhir sebelum Ramadan. Untuk kunyit asam dan empon-empon masing-masing bisa tembus sampai 20-an per hari. Ini sudah mulai naik lagi," kata Retno.
Sementara itu, dari sudut konsumen, beberapa orang mengaku masih rutin mengonsumsi jamu hingga hari ini. Ita Purnamasari, salah satunya. Pegawai di KLHK ini menuturkan masih rajin mengonsumsi kunyit asam, beras kencur, dan terkadang racikan daun sirih.
"Agar nafsu makan baik dan haidnya lancar, tidak berbau," tuturnya, yang sudah sejak setahun lalu meminum jamu.
Pakar kesehatan dan salah satu Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Inggrid Tania, pernah mengatakan jamu memiliki sejumlah manfaat untuk tubuh, antara lain menguatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi peradangan, dan kadar lemak tubuh.
"Sebenarnya hampir semuanya bagus. Intinya, jamu banyak mengandung zat antioksidan, penguat sistem imun, mengurangi peradangan di tubuh, mengurangi kadar lemak, menstabilkan tekanan darah. Jamu kunyit asam, beras kencur bagus, sereh sama lemon bagus," katanya.
Empon-empon misalnya, bagus untuk kesehatan karena sifat antioksidan di dalamnya dan membuat metabolisme tubuh lebih efisien. Kemudian, jahe bisa mengurangi pegal-pegal, mencegah mual, dan perut kembung.