TEMPO.CO, Jakarta - Sunat tak hanya terkait dengan agama atau tradisi tapi juga kesehatan. Praktisi kesehatan seksual dr. Boyke Dian Nugraha mengatakan sunat saat dewasa mengurangi risiko terkena penyakit menular seksual.
"Sunat atau sirkumsisi, selain dari aspek agama dan budaya, juga ada aspek kebersihan dan kesehatan," ujar Boyke.
Baca juga:
Laki-laki yang tidak disunat berpotensi terdapat kotoran, bakteri, atau virus lain di sekitar kepala penis. Dalam kondisi normal, kepala penis pria yang tidak disunat tertutup kulup atau kulit. Butuh perawatan khusus, seperti pembersihan secara berkala, bagi pria yang tidak disunat.
Menurut Boyke, Human Papillomavirus (HPV) memicu terjadinya penyakit menular seksual (PMS). Virus ini dalam kondisi tertentu bisa memicu kanker. Ketua PP Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) Prof. Andi Asadul Islam mengatakan ada beberapa metode pilihan bagi pria dewasa yang ingin dikhitan, mulai dari konvensional, laser (electric couter) hingga klamp.
Baca juga: Metode Sunat Aman di Usia Dewasa
"Dulu awalnya sunat dengan cara konvensional, didahului anestesi, terus dipotong. Dengan pemotongan itu banyak risiko yang bisa dihadapi saat khitan, seperti perdarahan dan infeksi yang cukup tinggi karena adanya luka terbuka," ujarnya.
Namun, keputusan penggunaan metode khitan kembali lagi pada pasien. Metode laser menggunakan semacam lempeng besi tipis yang dipanaskan dengan listrik. Prinsipnya, sama seperti solder. Ketika ujung lempeng menyala proses pemotongan pun dilakukan.
Risiko perdarahan saat sunat tergantung ukuran penis. Semakin besar ukuran penis, semakin besar juga pembuluh darah sehingga risiko perdarahan kian besar. Sementara metode klamp, prosedur dilakukan tanpa jahitan dan menggunakan semacam alat penjepit. Jika menggunakan klamp, diameter penis maksimal yang dikhitan yakni 3,4 cm.