Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa usia di bawah 1 tahun (saat bayi) merupakan waktu yang paling baik untuk sunat. Meskipun hampir semua anak kurang dari 1 tahun dapat dibius dengan midazolam saja, sebagian besar anak usia lebih dari 1 tahun memerlukan ketamin atau anestesi umum.
"Melakukan sunat ketika anak berusia kurang dari 1 tahun mengurangi risiko komplikasi akibat anestesi dan menurunkan biaya dibandingkan dengan melakukan prosedur pada anak yang lebih besar,” begitu bunyi laporan penelitian yang diunggah di laman ncbi.nlm.nih.gov tersebut.
Sunat di usia tersebut dapat mengurangi risiko saluran kemih yang sering terjadi pada anak yang belum disunat, oleh karena itu semakin cepat anak disunat, maka risiko tersebut semakin berkurang. Selain itu, sunat di usia dini juga dapat mengurangi risiko penyakit kulit, yang mungkin terjadi akibat kelamin tidak bersih karena belum disunat.
Bagi masyarakat Indonesia, sunat di usia sedini itu dianggap terlalu berisiko, padahal faktanya malah sebaliknya. Sunat di usia di bawah satu tahun dapat mengurangi risiko fimosis, yaitu kondisi di mana kulit kepala alat kelamin tidak dapat ditarik yang kerap terjadi pada anak di usia 3 tahun.
Meskipun kondisi ini kerap dialami oleh anak laki-laki, jika dibiarkan akan menyebabkan penis nyeri dan bengkak. Fimosis dapat dicegah dengan melakukan sunat di bawah usia tiga tahun.
Menyunatkan anak ketika masih bayi juga tidak harus menunggu mental si anak siap, apalagi biaya perawatan lebih hemat serta penanganannya tidak terlalu sulit. Tak sedikit anak di usia sekolah yang merasa takut dan belum siap untuk disunat. Drama ini dapat dilewati jika anak telah disunat ketika ia masih bayi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Manfaat Sunat Dewasa, Cegah Penyakit Menular