TEMPO.CO, Jakarta - Kafein adalah zat psikoaktif yang terjadi secara alami terdapat dalam kopi. Selain itu, beberapa produsen minuman soda dan minuman energi menambahkan kafein pada produknya. Secara sosial, keberadaan zat psikoaktif ini diterima oleh masyarakat. Sayangnya, hasil penelitian justru bertentangan mengenai keamanan dan dampak jangka panjangnya jika dikonsumsi terus-menerus.
Dilansir dari laman medicalnewstoday.com, banyak penelitian menyebutkan bahwa asupan kafein moderat memang meningkatkan berbagai manfaat kesehatan, termasuk risiko kanker tertentu, kondisi otak, dan masalah hati yang lebih rendah.
Kafein bertindak sebagai stimulan dengan mengaktifkan sistem saraf pusat (SSP) yang kemudian melawan kelelahan dan meningkatkan konsentrasi dan fokus. Selain kopi, orang biasanya mengonsumsi kafein melalui teh, minuman ringan—khususnya minuman berenergi—dan cokelat. Bahkan kafein juga merupakan bahan dalam beberapa obat resep dan non-resep, seperti pilek, alergi, dan obat nyeri.
Namun, konsumsi kafein juga membawa beberapa risiko, bahkan jika diminum terlalu banyak juga dapat menyebabkan efek samping. Sebuah tinjauan pada 2015 mengidentifikasi beberapa efek samping dari mengonsumsi lebih dari 400 mg kafein per hari, termasuk detak jantung yang cepat, kecemasan, agitasi, kegelisahan, masalah kualitas tidur, getaran di tubuh. Efek ini muncul ketika orang mengalami penarikan kafein
Beberapa kondisi justru bisa menjadi tergantung secara fisik pada kafein. Tidak adanya atau pengurangan konsumsi kopi dapat terus-menerus mengakibatkan penarikan kafein. Hal inilah yang kemudian dapat memicu berbagai gejala, seperti sakit kepala, kelelahan, energi dan kewaspadaan berkurang, kantuk, suasana hati yang rendah, masalah konsentrasi, cenderung mudah marah dan sulit mengontrol emosi.
RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION