TEMPO.CO, Jakarta - Penipuan online sekarang memiliki beragam medium dan modus. Untuk itu, pemerintah pun berupaya memberantas kejahatan tersebut dan mengimbau masyarakat agar terhindar dari penipuan online.
"Kami mengecek laporan masyarakat. Bila terbukti melakukan penipuan, kami masukkan ke black list untuk mencegah kejadian berikutnya," jelas Samuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo.
Berdasarkan data CFDS UGM pada 11 Agustus 2022, modus penipuan yang paling sering adalah:
-Berkedok memenangkan hadiah 91,2 persen.
-Pinjaman online ilegal 74,8 persen.
-Tautan berisi malware atau virus 65,2 persen
-Berkedok krisis keluarga 59,8 persen.
-Investasi ilegal 56 persen.
-Situs web/aplikasi palsu 52,6 persen.
-Jual beli 52,3 persen.
-Berkedok amal 50,3 persen.
-Lowongan kerja palsu 44,8 persen.
-Arisan online 33 persen.
Sementara media penipuan berdasarkan survei pada 1.700 orang di 34 provinsi di Indonesia adalah pesan singkat atau telepon 64,1 persen, media sosial 12,3 persen, aplikasi percakapan 9,1 persen, situs web 8,9 persen, email 3,8 persen, dan lainnya 1,8 persen.
Upaya yang dilakukan pemerintah adalah:
-Melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai modus dan cara pencegahannya.
-Menindak pelaku penipuan secara hukum.
-Memblokir situs, aplikasi, maupun akun media sosial terindikasi melakukan penipuan.
Sedangkan imbauan untuk masyarakat adalah:
-Gunakan layanan atau aplikasi untuk mengecek kepemilikan atau reputasi pemilik nomor telepon.
-Cek nomor rekening sebelum melakukan transaksi lewat cekrekening.id.
-Waspada jika ada yang meminta kata sandi sekali pakai (OTP).
-Jangan mudah tergiur harga murah suatu produk.
Pilihan Editor: Tips Hindari Penipuan dan Pemalsuan saat Belanja Online dari Pakar