TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tanggal 22 Desember, masyarakat di Indonesia memperingati Hari Ibu Nasional. Hari yang ditunggu-tunggu oleh para ibu itu menjadi momen bagi anak dalam menghargai dan menghormati peran perempuan dalam keluarga.
Penyelenggaraan Hari Ibu 22 Desember tidak lepas dari perjuangan kaum hawa dalam meraih kebebasan berpendapat maupun hak-hak lain. Tidak hanya berperan sebagai sosok yang mengandung hingga melahirkan seorang anak, ibu juga berkontribusi terhadap pendidikan dan pertumbuhan buah hatinya. Lantas, bagaimana asal muasal Hari Ibu 22 Desember?
Sejarah Hari Ibu 22 Desember
Baca juga:
Melansir Pedoman Peringatan Hari Ibu ke-90 Tahun 2018, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), lantunan lagu Indonesia Raya dan gaung Sumpah Pemuda yang dilakukan di Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928 menggugah semangat para perempuan untuk menyatukan diri dalam satu kesatuan secara mandiri.
Selanjutnya, atas inisiasi para perempuan pejuang kemerdekaan, diselenggarakanlah Kongres Perempuan Indonesia perdana di Yogyakarta pada 22-25 Desember 1928. Salah satu keputusan yang diraih di perkumpulan itu adalah pembentukan satu organisasi federasi mandiri yang diberi nama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI).
Adapun tujuan dari pembentukan PPPI tersebut adalah menyatukan semangat juang antara kaum hawa dan adam untuk berjuang meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka. Selain itu, PPPI mendorong perjuangan kaum perempuan Indonesia untuk mendapatkan kesetaraan hak.
Kemudian, PPPI berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII) pada 1929. PPII melanjutkan tonggak penyelenggaraan kongres dengan menghadirkan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Kongres itu berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia dan menetapkan fungsi perempuan Indonesia sebagai ibu bangsa, yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih tebal rasa kebangsaan.
Pada 1938, Kongres Perempuan Indonesia ketiga kembali diadakan dan berlokasi di Bandung. Kongres itu menyetujui 22 Desember sebagai Hari Ibu. Selanjutnya dipertegas oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959.
Tak hanya menetapkan Hari Ibu Nasional, PPII masih eksis hingga kini, tetapi berganti nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani) sejak 1946. Kowani terus berkiprah sesuai dengan tuntutan zaman dan aspirasi perempuan di era modern.
Tujuan Hari Ibu 22 Desember
Peristiwa besar pada 22 Desember selanjutnya dijadikan tonggak sejarah bagi Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia. Hari Ibu bagi bangsa Indonesia tidak hanya diperingati untuk menghargai jasa perempuan sebagai seorang ibu, tetapi juga jasa perempuan secara menyeluruh, baik sebagai istri, warga negara, pejuang kemerdekaan dan pembangunan nasional, hingga hamba Tuhan Yang Maha Esa.
Peringatan Hari Ibu 22 Desember dimaksudkan agar seluruh rakyat Indonesia, terutama generasi muda senantiasa mengingat hari kebangkitan dan persatuan serta kesatuan perjuangan perempuan yang tidak dapat terpisahkan dari perjuangan bangsa.
Semangat juang kaum perempuan Indonesia tersebut tercermin dalam lambang Hari Ibu, yaitu setangkai bunga melati dengan kuntumnya. Lambang bunga melati itu menggambarkan kasih sayang antara ibu dan anak; kekuatan, kesucian, dan pengorbanan ibu kepada anak; serta kesadaran perempuan untuk menghimpun kesatuan, persatuan, dan keikhlasan bakti terhadap bangsa dan negara.
Semboyan pada lambang Hari Ibu 22 Desember, yaitu Merdeka Melaksanakan Dharma. Semboyan tersebut mengandung arti bahwa perempuan memiliki hak, kewajiban, kedudukan, dan kesempatan sama dengan laki-laki. Selain itu, perempuan memiliki kesejajaran yang perlu diwujudkan dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: 10 Film tentang Hari Ibu yang Buat Haru, Bisa Ditonton Bersama Keluarga