TEMPO.CO, Jakarta - Pada 2007, Andriani Primardiana divonis menderita kanker paru-paru stadium metastatis. Artinya, sel-sel kanker telah menjalar ke jaringan atau organ tubuh di sekitarnya. Harapan untuk mengobatinya juga pupus. "Sudah enggak bisa diapa-apakan. Saya juga alergi kemoterapi, jadi suami saya tidak memperbolehkan saya menjalaninya," ujar perempuan 48 tahun ini, pekan lalu.
Suaminya, Prof Dr Djoko Purwanto Apt MSi, saat itu berada di Jepang untuk menjalani penelitian teh hijau untuk mencegah dan mengobati kanker. Djoko menjadikan istrinya sebagai obyek penelitian pribadi. Djoko sebenarnya telah meneliti teh sejak 1996, sehingga ia dijuluki "Profesor Teh" di lingkungan kampusnya, Universitas Airlangga, Surabaya. (baca juga: Terapi Target, Metode Baru Obati Kanker)
"Teh itu memiliki komponen aktif bernama Epigallocatechin gallate (EGCG) yang bersifat antioksidan, bisa menyembuhkan kanker," ujarnya, Rabu lalu. EGCG terbukti secara ilmiah memiliki kemampuan aktif memerangi penyakit. Sifat antioksidan teh bahkan 100 kali lebih tinggi dibanding vitamin C atau 25 kali lipat dibanding vitamin E.
Ia menyebutkan ada empat jenis teh yang dikenal, yakni teh hijau, pu-erh, oolong, dan teh hitam. “Di antara keempat ini, yang paling tinggi kadar EGCG-nya adalah green tea,” katanya. Karena itu, kosenstrasi penelitian Djoko ada pada jenis ini, khususnya yang asli Indonesia. Keunggulan teh lokal ialah kadar EGCG-nya yang lebih besar sekitar 7 persen dibanding teh hijau varietas unggulan Jepang.
Oleh Djoko, Andriani diwajibkan meminum seduhan teh hijau tiga kali dalam sehari. "Aturannya, satu sendok teh hijau diseduh ke dalam 200 cc air putih," katanya. Ia juga diminta mengkonsumsi kapsul ekstrak teh hijau penelitian suaminya. Ekstrak dalam dosis tinggi itu diberikan dengan pertimbangan sel-sel kanker dalam tubuh Andriani telah menjalar. "Saya diberi dosis kelipatan dari tikus uji coba penelitian suami saya."
Kesabaran keduanya lantas membuahkan hasil. Perlahan-lahan, sel kanker Andriani mengecil. Hingga kini Andriani dinyatakan telah terbebas dari sel-sel kanker jahat di tubuhnya. Saat pemeriksaan rutin pada Oktober lalu, dalam tes carcinoembryonic antigen, sel-selnya dinyatakan telah normal. Keberhasilan ini diakui oleh Djoko.
Bersama rekan-rekannya di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga, Djoko berupaya membuat ekstrak teh hijau dalam bentuk obat tradisional. "Nanti produk khusus teh hijau ini berupa serbuk untuk diminum dan dilarutkan seperti teh," ujarnya. Bedanya dengan teh hijau di pasaran, teh itu kandungan EGCG-nya akan diperkaya. (baca juga: Kekuatan Nutrisi Atasi Kanker)
ARTIKA RACHMI FARMITA
Terpopuler:
Empat Gejala Kanker pada Perempuan
Kenali Gangguan Ruam Bayi Anda
Sepanjang 2014, Kejahatan Terhadap Anak Meningkat
Obat Tulang, Tekan Risiko Kanker
Masakan Rumahan di Galeri Seni Kolonial