Menurut situs Internet Stroke Center, ada tiga jenis stroke yang umum terjadi, yakni stroke ischemic yang mencakup sekitar 87 persen kasus, stroke hemorrhagic (10 persen kasus), dan stroke subarachnoid (3 persen kasus). Stroke ischemic terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah ke otak. Sedangkan ketika pembuluh nadi pecah, yang terjadi adalah stroke hemorrhagic dan subarachnoid. Slater terkena stroke ischemic.Di Amerika Serikat, setiap 40 detik, orang terkena stroke dan setengah dari 800 ribu orang berakhir lumpuh. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk pada 2007 menjadi 12,1 per 1.000 penduduk pada 2013. Jumlahnya sama banyak pada laki-laki dan perempuan. Yang memprihatinkan, stroke kini menjadi penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia. Angkanya mencapai 14,5 persen.
Baca juga:Mengenal Anthrax, si Penyakit dari Tanah
Andre Machado, Kepala Cleveland Clinic Neurological Institute, berharap penerapan teknik deep brain stimulation dapat menekan angka kelumpuhan bahkan kematian akibat stroke. Dengan menanamkan elektrode di otak, pasien diharapkan dapat kembali menggerakkan bagian tubuh yang lumpuh. “Tujuan kami adalah agar penderita stroke bisa beraktivitas seperti biasa,” ujar Machado, dua pekan lalu.
Teknik operasi ini cukup berhasil untuk terapi penyakit otak yang berhubungan dengan gangguan sinyal listrik, seperti epilepsi dan parkinson. Sedangkan untuk pasien stroke masih harus menunggu hasil uji tim dokter di Cleveland Clinic. Sebab, menurut Taruna, penyebab utama stroke bukan gangguan listrik melainkan gangguan saturasi oksigen, vaskularisasi, dan degenerasi sel saraf.
Namun Machado optimistis operasi dengan deep brain stimulation dapat menyembuhkan kelumpuhan akibat stroke. Ada perbedaan mendasar antara terapi motorik pada penderita parkinson serta distonia dan pasien stroke. Pada penderita parkinson, gerak berlebih yang terjadi diupayakan dihentikan. “Sebaliknya, untuk stroke, kita justru berusaha mengembalikan fungsi gerak itu. Ini tantangan besar,” kata dia.
Selama kurang-lebih 10 tahun, Machado dan timnya melakukan riset untuk mengetahui dampak deep brain stimulation terhadap penderita stroke. Penelitian dilakukan pada tikus. Dari hasil uji coba, mereka menemukan tikus yang menjalani operasi ini memiliki protein lebih banyak pada otak ketimbang tikus yang tak menjalani operasi. Jumlah sinapsis atau koneksi antar-sel saraf juga meningkat dua kali lipat.
Selanjutnya : Terapi dilakukan pada manusia