TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (Seatca) berjudul The Tobacco Control Atlas pada 2019, jumlah perokok di Indonesia sebanyak 65,19 juta orang, yang menempatkan sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia Tenggara. Spesialis paru dari Siloam Hospital Dhirga Surya Kota Medan, dr. Rudy Irawan Sp P(K), mengatakan perlu menciptakan lingkungan yang sehat untuk berhenti merokok.
“Bagi masyarakat yang ingin berhenti merokok perlu menciptakan kondisi lingkungan yang sehat dengan memulainya dari niat dan berkonsultasi dengan dokter,” ujar Rudy.
Selain itu, harus bisa menghindari stres, berolahraga rutin, dan pola makan serta pola istirahat yang baik bagi tubuh sekaligus mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Dia menambahkan dalam asap rokok, zat yang paling berbahaya adalah TAR, yang dihasilkan dari proses pembakaran zat kimia dan partikel padat yang hanya dihasilkan saat rokok dibakar.
Ada lebih dari 7.000 macam senyawa kimia dalam TAR. Sebagian di antaranya berbahaya bagi kesehatan. Setidaknya ada 250 zat di dalam batang rokok yang berbahaya dan 69 jenis di antaranya diketahui bersifat karsinogenik, yaitu dapat menyebabkan kanker.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, jumlah perokok di atas 15 tahun sebanyak 33,8 persen. Dari jumlah tersebut 62,9 persen merupakan perokok laki-laki dan 4,8 persen perokok perempuan.
"Dari data tersebut dan dampak merokok aktif sama bahayanya dengan yang terpapar atau disebut perokok pasif. Ditemukan risiko terpapar penyakit atau gangguan kesehatan bagi perokok aktif maupun pasif adalah sama, satu banding satu,” jelasnya.
Gangguan kesehatan yang sangat mungkin timbul bagi perokok aktif dan pasif adalah gangguan pernapasan, kanker paru, penyakit jantung kronis, stroke karena penyempitan pembuluh darah otak, dan lain sebagainya. Dia menjelaskan perokok aktif pada hakikatnya mengisap dua jenis zat utama, yaitu asap pembakaran dari tar dan nikotin. Keduanya berbahaya dan asap sampingan yang paling berbahaya karena selain bisa terhirup manusia juga dapat menempel di mana saja.
Dampak positif merokok hanya 0,000001 persen, yaitu timbulnya efek relaksasi atau perasaan tenang yang semu pada saat mengisapnya. Namun, pada dasarnya hal tersebut merupakan pemenuhan kecanduan nikotin yang sudah ada dan terus mengirimkan sinyal terpenuhi dalam tubuh perokok.
Dia menjelaskan perlu pendekatan holistik untuk mengatasi masalah rokok dengan melibatkan aspek tradisi dan budaya. Upaya mengatasi permasalahan merokok harus melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, mulai dari pemerintah, masyarakat, praktisi kesehatan, akademisi, pelaku industri, dan perokok.
Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Momen Pas Berhenti Merokok