TEMPO.CO, Jakarta -Semangat berpetualang dan menggelandang. Inilah yang ingin ditularkan Tony Wheeler dan majalah Lonely Planet (LP) kepada pembacanya. Sampai pada derajat tertentu, bisa dibilang mereka sudah berhasil.
Dengan membaca Lonely Planet, banyak orang sadar kalau traveling dengan uang terbatas bukan hal tak mungkin. Langsung atau tidak, sadar atau tidak, Lonely Planet berjasa memicu pertumbuhan jumlah backpacker yang luar biasa belakangan ini. Buku panduan perjalanan, yang dulunya terbatas pada kalangan atas, kini diterbitkan untuk para backpacker.
Sayangnya, Lonely Planet juga memberi dampak buruk bagi dunia perjalanan. "Informasi yang terkompilasi itu mengubah kecepatan dalam traveling. Orang jadi begitu mudah berpindah tempat," kata Agustinus Wibowo, pengelana yang menerbitkan tiga buku, termasuk Titik Nol (2013).
Menurutnya, sebelum ada Lonely Planet, para traveler terpaksa berinteraksi dan berbagi pengalaman dengan sesamanya. Mereka juga jadi terpaksa bergaul dengan penduduk lokal untuk mendapatkan informasi. "Lonely Planet membuat kita tidak membutuhkan orang lain," kata Agustinus.
Akibat lainnya, traveler juga enggan mengeksplorasi sendiri hal-hal lain di luar yang sudah disajikan di majalah. Tempat yang dikunjungi para backpacker pun jadi itu-itu saja.
"Di hotel ketemu mereka, di tempat yang mesti dikunjungi, jumpa mereka lagi. Eh, di warung makan bareng mereka juga. Ini karena kami berpatokan pada buku yang sama," ujar Agus, yang menuliskan kisah perjalanannya ke Afganistan dalam buku Selimut Debu.
Rekomendasi suatu tempat yang diberikan Lonely Planet juga membuat tempat itu berubah. Surga wisata yang tersembunyi berubah menjadi tempat wisata biasa. Orang banyak datang ke sana, memotret, dan pergi. Penduduk lokal jadi konsumtif dan meminta-minta uang pada turis.
Namun, seperti kata Agustinus, kesalahan bukan pada Lonely Planet, melainkan lebih pada sikap para petualang. Daripada mengikuti apa yang tertulis dalam Lonely Planet, seharusnya para travelers melakukan apa yang diperbuat oleh Tony saat menulis bukunya: pergi ke tempat baru, mengeksplorasi hal yang belum ditemukan, dan selalu penasaran.
QARIS TAJUDIN
Topik Terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Ahmad Fathanah
Berita Terpopuler:
Tito Kei Tewas, John Kei Sedih tapi Tak Menangis
Pendukung John Kei Sempat 'Serbu' Rutan Salemba
Wakil Menteri Pendidikan Wiendu Diduga Korupsi
9 Skenario Kiamat Versi Ilmuwan
Begini Perubahan Lalu Lintas di Tanah Abang