Mengapa Masih Ada Kematian Balita karena Campak?

Reporter

Tempo.co

Editor

Mitra Tarigan

Senin, 29 Januari 2018 15:46 WIB

Foto kolase profil anak-anak asal Distrik Jetsy, Kabupaten Asmat, Papua, 24 Januari 2018. Kondisi fisik anak-anak tersebut kurus dan perut buncit karena mengidap penyakit malaria, campak dan gizi buruk. ANTARA/M Agung Rajasa

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Rabu, 17 Januari 2018, jumlah korban meninggal akibat campak di Kabupaten Asmat, Papua, tercatat sebanyak 61 balita. Berdasarkan laporan terkini para ahli imunisasi yang berada di Badan Kesehatan Dunia WHO, Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), pada awal tahun 2018 menyimpulkan bahwa tujuan penghapusan atau eliminasi campak tahun 2015 tidak tercapai, termasuk kematian balita di Asmat, Papua. "Penyebab utamanya adalah masih adanya kesenjangan cakupan imunisasi campak," kata Dokser Spesialis Anak FX Wikan Indarto dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada Senin 29 Januari 2018. Baca: Gaya Pengacara Harus Mewah?Ini Kata Hotman Paris dan Elza Syarief

Untuk itu, SAGE merekomendasikan fokus pada perbaikan cakupan imunisasi, sistem pelaporan, dan surveilans secara rutin untuk melacak penyebaran virus campak secara internasional. "Selain itu, terus dilakukan penguatan jaringan laboratorium global untuk memastikan diagnosis campak tepat waktu sehingga dapat berkontribusi untuk mengurangi kematian anak akibat campak di mana pun," kata Wikan.

Campak disebabkan oleh virus paramyxovirus dan biasanya ditularkan secara kontak langsung melalui udara. Virus menginfeksi selaput lendir jalan napas atas kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Virus dapat menyebar melalui batuk, bersin, kontak pribadi, dan kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. "Virus akan tetap aktif dan menular di udara atau pada permukaan yang terinfeksi hingga 2 jam," kata Wikan.

Beberapa gejala klinis yang akan timbul bagi orang yang terinfeksi campak adalah pilek, batuk, mata merah dan berair, serta bintik-bintik putih kecil di dalam mulut sisi pipi. Setelah beberapa hari, ruam kemerahan pada kulit akan muncul, biasanya pada wajah dan leher bagian atas. Selama kurang lebih tiga hari, ruam akan menyebar hingga akhirnya mencapai tangan dan kaki. Ruam berlangsung selama 5 sampai 6 hari sebelum akhirnya memudar. Rata-rata, ruam terjadi 14 hari setelah terpapar virus. Baca: 70 Persen Pengacara Indonesia Hidup Pas-Pasan, Apa Masalahnya?

Menurut Wikan, campak dapat menyebabkan kematian karena kemungkinan terjadinya komplikasi, biasanya lebih sering terjadi pada anak balita. Komplikasi serius melibatkan kebutaan, radang otak (ensefalitis), telinga (otitis), dan paru (pneumonia). "Campak berat lebih mungkin terjadi pada anak kurang gizi, terutama anak yang kekurangan vitamin A dan anak yang sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan HIV/AIDS atau penyakit lainnya," katanya.

Petugas kesehatan memberikan perawatan kepada sejumlah anak penderita gizi buruk dari kampung Warse, Distrik Jetsy di RSUD Agats, Kabupaten Asmat, Papua, 22 Januari 2018. Jumlah anak penderita gizi buruk dan campak yang dirawat di RSUD Agats mencapai 45 orang. ANTARA/M Agung Rajasa

Advertising
Advertising

Wikan menambahkan dalam populasi dengan tingkat kekurangan gizi dan kurangnya layanan kesehatan yang memadai, 10 persen kasus campak mengakibatkan kematian. Wanita yang terinfeksi saat hamil juga berisiko mengalami komplikasi parah, keguguran, atau melahirkan bayi prematur.

Sampai sekarang, tidak ada pengobatan antivirus untuk mengobati virus campak. Komplikasi campak yang berat dapat dihindari melalui perawatan suportif yang menjamin gizi tetap baik, asupan cairan cukup, dan pengatasan dehidrasi dengan cairan rehidrasi oral. Solusi ini menggantikan cairan dan elemen penting lainnya yang hilang melalui diare atau muntah.

Antibiotik harus diberikan untuk mengobati, bukan untuk mencegah komplikasi infeksi telinga, mata, dan pneumonia. "Semua anak di negara berkembang yang didiagnosis campak harus menerima dua dosis tinggi suplemen vitamin A yang diberikan secara terpisah dalam 24 jam," kata Wikan yang juga Ketua Ikatan Dokter Indonesia Cabang Yogyakarta. Baca: Demi Sehat, Lakukan 'Sarapan ala Raja, Makan Malam ala Pengemis'

Dosis tinggi ini akan mengembalikan kadar vitamin A rendah yang seringkali terjadi bahkan pada anak bergizi cukup sekalipun. Sehingga, dapat membantu mencegah kerusakan mata dan kebutaan. Suplemen vitamin A juga telah terbukti mengurangi jumlah kematian akibat campak sebesar 50 persen.

Sepanjang tahun 2016 lalu, terjadi 89.780 kematian campak secara global yang menandai tahun pertama adanya penurunan kematian karena campak, yaitu di bawah 100.000 per tahun. Di seluruh dunia, antara tahun 2000 dan 2016, vaksinasi campak berhasil menurunkan kematian akibat campak sebesar 84 persen sehingga menguatkan bukti bahwa vaksin campak merupakan salah satu intervensi medis terbaik untuk kesehatan masyarakat.

Menteri Kesehatan Nila DF Moeloek (kiri) berbincang dengan orangtua anak di Aula Gereja Protestan, Agats, Kabupaten Asmat, Papua, 25 Januari 2018. Kunjungan kerja Menkes ke penampungan dan RSUD Agats untuk meninjau penanganan pasien campak dan gizi buruk. ANTARA

Pada tahun 2016, dukungan “The Global Vaccine Action Plan”, “The Measles & Rubella Initiative” atau Inisiatif M&R, dan “The Gavi Vaccine Alliance” berhasil meningkatkan cakupan vaksin campak untuk mencegah sekitar 20,4 juta kematian. Selama tahun 2016, sekitar 119 juta anak divaksinasi campak selama kampanye vaksinasi massal di 31 negara. Baca: Hotman Paris Ingin Beri 100 Unit Properti ke Setiap Anaknya

Menurut Wikan, semua negara sekarang telah menetapkan tujuan untuk menghilangkan campak sebagai penyakit yang dapat dicegah pada atau sebelum tahun 2020. “The Measles & Rubella Initiative” yang diluncurkan pada tahun 2001 adalah sebuah kemitraan global oleh American Red Cross, United Nations Foundation, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), UNICEF, dan WHO. Insiatif M&R berkomitmen untuk mengurangi kematian campak hingga 95 persen pada tahun 2015. Baca: Ini 5 Tips Pilih Reksa Dana Bagus untuk Generasi Milenial

Selanjutnya, pada akhir tahun 2020, terdapat target untuk mencapai tujuan eliminasi campak dan congenital rubella syndrome (CRS). "Kerja sama semua pihak diperlukan untuk menurunkan angka kematian anak Indonesia karena campak. Sudahkah kita berperan aktif dalam vaksinasi campak untuk balita di sekitar kita?" katanya.

MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA

Berita terkait

8 Penyakit yang Paling Banyak Menyerang Anak

47 hari lalu

8 Penyakit yang Paling Banyak Menyerang Anak

Pakar kesehatan menjelaskan delapan penyakit yang paling umum menyerang anak-anak, dari campak sampai cacar air.

Baca Selengkapnya

Jenis-jenis Imunisasi yang Harus Diberikan kepada Anak Usia di Bawah 1 tahun

28 Februari 2024

Jenis-jenis Imunisasi yang Harus Diberikan kepada Anak Usia di Bawah 1 tahun

Pemberian imunisasi bisa dilakukan saat anak baru lahir hingga berusia 12 bulan.

Baca Selengkapnya

Kenali Gejala dan Pencegahan Penyakit Campak pada Anak

15 Februari 2024

Kenali Gejala dan Pencegahan Penyakit Campak pada Anak

Gejala campak biasanya muncul 7-14 hari setelah tertular penyakit.

Baca Selengkapnya

Beda Gejala Cacar Monyet, Cacar Air, dan Campak

22 Oktober 2023

Beda Gejala Cacar Monyet, Cacar Air, dan Campak

Meski sekilas terlihat mirip, pakar menjelaskan beda gejala cacar monyet, cacar air, dan campak. Distribusi ruam ketiga penyakit itu berbeda.

Baca Selengkapnya

Pekan Imunisasi Dunia, Jenis Vaksin dari Pemerintah Semakin Beragam Ini Daftarnya

13 Mei 2023

Pekan Imunisasi Dunia, Jenis Vaksin dari Pemerintah Semakin Beragam Ini Daftarnya

Jenis vaksin yang menjadi bagian program imunisasi rutin yang disediakan pemerintah semakin beragam. Simak daftarnya

Baca Selengkapnya

Kota Bogor Sebut Tidak Berstatus KLB Campak Meski Ada 143 Sampel Uji Lab Positif

18 Maret 2023

Kota Bogor Sebut Tidak Berstatus KLB Campak Meski Ada 143 Sampel Uji Lab Positif

Kota Bogor menerangkan deerahnya tidak dalam status kejadian luar biasa (KLB) Campak Rubella karena meskipun terdapat 143 sampel positif.

Baca Selengkapnya

Alasan Pasien Campak Perlu Dirawat di Ruang Isolasi

6 Februari 2023

Alasan Pasien Campak Perlu Dirawat di Ruang Isolasi

Tak hanya di rumah, jika dirawat di rumah sakit pasien campak juga sebaiknya dirawat di ruang tersendiri atau isolasi. Ini alasannya.

Baca Selengkapnya

Benarkah Air Kelapa Bisa Redakan Ruam Campak?

6 Februari 2023

Benarkah Air Kelapa Bisa Redakan Ruam Campak?

Pakar menjelaskan ruam campak bisa diredakan dengan minum air kelapa hanya mitos. Bagaimana faktanya?

Baca Selengkapnya

Vaksin Campak dan Covid-19 Bisa Diberikan Bersamaan, Cek Syaratnya

27 Januari 2023

Vaksin Campak dan Covid-19 Bisa Diberikan Bersamaan, Cek Syaratnya

Pakar kesehatan membolehkan vaksin campak diberikan bersama vaksin COVID-19, termasuk booster kedua. Ini yang perlu diperhatikan.

Baca Selengkapnya

Pakar Ingatkan Campak Lebih Menular dari COVID-19

27 Januari 2023

Pakar Ingatkan Campak Lebih Menular dari COVID-19

Pakar kesehatan mengatakan penyakit campak lebih menular dari COVID-19 dengan daya tular pada 12 hingga 13 orang di sekitar pasien.

Baca Selengkapnya