Kusta Bisa Sebabkan Kecacatan, Dokter Bagi Saran Pengobatan

Reporter

Antara

Jumat, 15 September 2023 08:00 WIB

Chairman Nippon Foundation yang juga Duta WHO untuk Eliminasi Kusta, Yohei Sasakawa berbincang dengan penderita kusta saat berkunjung dalam peringatan Hari Kusta Sedunia di RS Sumber Glagah, Desa Tanjung Kenongo, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, 15 Maret 2016. Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa setiap tahun diketemukan 15.000 penderita kusta baru di Indonesia. TEMPO/Ishomuddin

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kulit di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Sri Linuwih SW Menaldi, mengatakan kusta yang tak tertangani sejak dini bisa menyebabkan kecacatan macam kerusakan kulit dan jari-jari yang memendek. Menurutnya, bakteri Mycobacterium leprae penyebab kusta menyerang saraf lalu ke kulit hingga organ-organ lain jika sudah lanjut dan kerusakan pada kulit diawali peradangan.

"Kerusakan pada kulit diawali peradangan pada kulit atau nyeri saraf, menyebabkan gangguan seperti baal atau mati rasa atau kelumpuhan, yakni otot-ototnya mengecil atau sampai terjadi kekakuan, bahkan terjadi jari-jarinya memendek," ujar Sri.

Tetapi, apabila kusta bisa terdeteksi dini maka kecacatan tidak terjadi atau dengan kata lain penyakit dapat terobati. Dalam pengobatan penyakit kusta, pasien bisa mendapatkan kombinasi dua atau tiga macam obat, salah satunya antibiotik. Durasi pengobatan antara lain ada yang enam bulan (dua kombinasi obat) yang harus diselesaikan dalam sembilan bulan atau 12 bulan (kombinasi tiga macam obat) yang diselesaikan dalam 18 bulan mengingat ada kemungkinan pasien putus obat sesaat.

"Kan dia bisa lupa, sehari atau dua hari. Nanti ditotal, dia sudah menyelesaikan enam dosis dalam sembilan bulan. Jika iya, maka dia sudah boleh dinyatakan pengobatan cukup," jelasnya.

Hanya saja, kebanyakan pasien kusta terlambat berobat karena tidak mengalami gejala sakit apapun namun tiba-tiba jari-jarinya sudah kaku. Di sini tenaga medis seperti di puskesmas berperan penting sebagai garda terdepan upaya kesehatan masyarakat, salah satunya dalam mencegah pasien agar jangan terlambat berobat sehingga berujung kecacatan.

Advertising
Advertising

Empat strategi
Penemuan dini kasus sebenarnya menjadi bagian dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi Kusta Tahun 2023–2027 yang digagas Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular - Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit bekerjasama dengan Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Yayasan NLR Indonesia dalam rangka mencapai Eliminasi Kusta di Indonesia tahun 2030, sebagaimana tertuang dalam WHO Global Leprosy (Hansen’s Disease) Strategy 2021–2030.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, dalam acara Semiloka Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kusta di Jakarta, Kamis, 14 September 2023, mengatakan empat strategi dalam RAN. Pertama, menggerakkan masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kapasitas sistem pelayanan dalam melakukan pencegahan, penemuan dini, diagnosis, dan penatatalaksanaan kusta secara komprehensif dan berkualitas.

Ketiga, meningkatkan integrasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan dan fasilitas kesehatan, baik pemerintah maupun swasta. Keempat, menguatkan komitmen, kebijakan, dan manajemen program dalam penanganan kusta. Imran menargetkan kasus baru kusta di Indonesia bisa turun 70 persen, lalu kasus baru anak turun 90 persen, dan kasus baru dengan disabilitas tingkat dua (terlihat atau disebut disabilitas fisik) dapat turun 90 persen.

"Tentu saja kegiatan yang dilakukan harus komprehensif mulai dari surveilans, peningkatan penemuan kasusnya, tatalaksana yang lebih baik, juga promotif," paparnya.

Imran berpendapat penularan penyakit kusta kini masih belum hilang. Dia mengatakan pada 2022 ditemukan tujuh provinsi dan 113 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Padahal, Indonesia sebenarnya telah mencapai eliminasi kusta secara nasional dengan prevalensi kurang dari satu per 10.000 penduduk pada 2020.

Selain itu, kasus kusta dengan disabilitas tingkat dua masih ditemukan. Begitu juga dengan stigma kuat di masyarakat serta pelaksanaan pencegahan dan penemuan dini serta tatalaksana klinis masih belum dilaksanakan secara berkualitas. Imran juga mencatat keterbatasan akses untuk memperoleh pelayanan primer dan rujukan yang berkualitas. Saat ini, walau rumah sakit kusta sudah tidak ada, diharapkan rumah-rumah sakit umum bisa melayani kusta.

"Padahal memang perawatan kusta itu membutuhkan perawatan spesifik sehingga pendidikan atau pelatihan pada petugas kesehatan itu memang jadi kunci agar mereka bisa memberikan pelayanan yang baik pada pasien kusta," ujarnya.

Pilihan Editor: Pengobatan Ini Diharap Bisa Memutus Rantai Penularan Kusta

Berita terkait

Jangan Hentikan Pengobatan Lupus meski Sudah Dapat Remisi

3 hari lalu

Jangan Hentikan Pengobatan Lupus meski Sudah Dapat Remisi

Pakar mengatakan kondisi remisi pada penyakit lupus belum tentu sama dengan berhenti berobat. Berikut penjelasan dokter penyakit dalam.

Baca Selengkapnya

Wisuda Telkom University Bandung Kini Libatkan Penerjemah Berbahasa Isyarat

11 hari lalu

Wisuda Telkom University Bandung Kini Libatkan Penerjemah Berbahasa Isyarat

Disebutkan, banyak mahasiswa Telkom University Bandung adalah teman-teman disabilitas. Inklusi diklaim jadi fondasi utama.

Baca Selengkapnya

Cerita Penyandang Disabilitas Mengikuti UTBK SNBT 2024 di Universitas Jember

13 hari lalu

Cerita Penyandang Disabilitas Mengikuti UTBK SNBT 2024 di Universitas Jember

Universitas Jember memastikan peserta berkebutuhan khusus dalam UTBK SNBT 2024 bisa mengikuti ujian dengan baik.

Baca Selengkapnya

Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

14 hari lalu

Pasien Kanker Minim Pengetahuan Akibat Waktu Konsultasi Terbatas

Waktu konsultasi yang terbatas menyebabkan pasien kanker sering merasa bingung untuk memahami betul penyakitnya.

Baca Selengkapnya

Cerita Peserta Disabilitas Ikut UTBK 2024 di UI

14 hari lalu

Cerita Peserta Disabilitas Ikut UTBK 2024 di UI

Begini cerita Makhsun Intikhon, penyandang disabilitas netra yang mengikuti UTBK untuk kedua kalinya di UI.

Baca Selengkapnya

Cerita Calon Mahasiswa Disabilitas Ikut UTBK 2024 di Unesa

14 hari lalu

Cerita Calon Mahasiswa Disabilitas Ikut UTBK 2024 di Unesa

Unesa menjadi lokasi pelaksanaan UTBK SNBT 2024 untuk calon mahasiswa disabilitas.

Baca Selengkapnya

37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini

14 hari lalu

37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini

Jumlah penyandang disabilitas yang mendaftar rekrutmen Bintara Polri meningkat

Baca Selengkapnya

Dari UTBK Hari Pertama: Peserta Datang Tak Sampai 100 Persen, 7 Dicoret dari Layanan Disabilitas

16 hari lalu

Dari UTBK Hari Pertama: Peserta Datang Tak Sampai 100 Persen, 7 Dicoret dari Layanan Disabilitas

Sebanyak 1.700 peserta tercatat mengikuti UTBK-SNBT 2024 pada hari pertama di Universitas Jember, Selasa 30 April 2024

Baca Selengkapnya

Memahami Pentingnya Kesetaraan Lewat Lomba Lari

18 hari lalu

Memahami Pentingnya Kesetaraan Lewat Lomba Lari

Plan Indonesia dan YPAC mengingatkan masyarakat soal isu kesetaraan melalui lomba lari bertajuk 'Run for Equality'.

Baca Selengkapnya

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

19 hari lalu

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

Raja Charles III sudah mendapat izin dari tim dokter untuk kembali bertugas setelah menjalani pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya