Pakar Ingatkan Perkembangan Kasus Bakteri Pemakan Daging dan Upaya Pencegahan

Reporter

Antara

Minggu, 30 Juni 2024 21:41 WIB

Bakteri pemakan daging Vibrio vulnificus. Kredit: Wikipedia

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Tjandra Yoga Aditama menjelaskan sejumlah praktik pencegahan penyakit infeksi bakteri pemakan daging yang kini sedang mengalami peningkatan kasus di Jepang.

"Sudah banyak dibicarakan tentang Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) atau yang secara awam disebut sebagai bakteri pemakan daging yang sedang ada peningkatan kasusnya di Jepang dan jadi berita penting di dunia," kata Tjandra di Jakarta, Minggu, 30 Juni 2024.

Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan itu mengatakan bakteri pemakan daging bisa menyebar dengan cepat dan menimbulkan kematian hanya dalam waktu 48 jam. Ia mengatakan angka kematian dapat mencapai 30 persen atau jauh lebih tinggi dari kematian COVID-19 yang di bawah 5 persen.

"Saat ini belum ada vaksin untuk penyakit tersebut," ujarnya.

Gejala bisa berawal dari keluhan demam, nyeri otot, muntah, dan dapat memburuk secara cepat karena bakteri melepaskan racun yang menyebabkan respons peradangan luas, syok, dan kerusakan berbagai organ dalam tubuh. Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu menjelaskan dugaan kasus tersebut mengalami tren peningkatan di Jepang.

Advertising
Advertising

"Selama pandemi COVID-19 banyak masyarakat yang relatif tidak banyak kontak dengan bakteri karena jaga jarak dan lainnya dan menyebabkan tidak adanya ketahanan alamiah," jelasnya.

Dugaan lain adalah pelemahan sistem imun pasca-COVID-19. Menurut Tjandra, Pemerintah Hongkong melalui Badan Perlindungan Kesehatan Kementerian Kesehatan setempat memberi seruan pada warganya yang akan bepergian untuk waspada terhadap peningkatan infeksi tersebut.

"Pemerintah Malaysia juga bergerak cepat dan menyebutkan berkoordinasi dengan WHO untuk mendapat informasi yang lebih jelas. Malaysia memonitor secara ketat kemungkinan kasus ini di negara mereka melalui Crisis Preparedness and Response Center divisi infeksi pemerintah mereka," paparnya.

Yang perlu dilakukan pemerintah
Sementara itu, Pemerintah Thailand mengeluarkan Travel Advisory for Thais bagi warganya yang akan ke Jepang, yang meliputi persiapan sebelum berangkat, apa yang harus dilakukan selama bepergian, kewaspadaan terhadap risiko tinggi, dan apa yang harus dilakukan sesudah kembali, kata Tjandra.

"Mungkin baik juga kalau pemerintah kita mempertimbangkan untuk melakukan hal serupa," katanya.

Ia mengatakan Pemerintah Jepang melakukan monitoring aktif situasi penyakit ini dan meningkatkan penyuluhan kesehatan ke masyarakatnya. Sedangkan, Pemerintah Amerika Serikat melalui Pusat Pencegahan dan Pengendalian (CDC)mengatakan yang termasuk kelompok risiko tinggi terkena STTS termasuk lansia, pemilik luka terbuka, dan juga pasien yang baru menjalani pembedahan.

"WHO pada Desember 2022 pernah pula melaporkan peningkatan kasus invasive Group A Streptococcus (iGAS) di Perancis, Irlandia, Belanda, Swedia dan Inggris, utamanya pada anak-anak. Hanya memang tidak seperti peningkatan di Jepang sekarang ini," jelasnya.

Tjandra menambahkan perkembangan di Jepang perlu terus diamati mendalam dan juga perlu melakukan antisipasi dengan baik dan tidak mengabaikannya begitu saja. "Tapi di sisi lain kita tidak perlu harus khawatir berlebihan pula. Harus disadari bahwa berbagai penyakit masih akan tetap bermunculan dan kewaspadaan senantiasa dari aparat kesehatan merupakan salah satu kunci pengendaliannya, di dunia dan juga di negara kita," tegasnya.

Pilihan Editor: 6 Fakta Wabah Bakteri Pemakan Daging di Jepang

Berita terkait

Kilas Balik PPKM Darurat Jawa-Bali 3 Tahun Lalu yang Mampu Ubah Pola Hidup Masyarakat

4 jam lalu

Kilas Balik PPKM Darurat Jawa-Bali 3 Tahun Lalu yang Mampu Ubah Pola Hidup Masyarakat

Pandemi COVID-19 telah mengubah pola hidup masyarakat secara signifikan. Penerapan PPKM di Jawa dan Bali pun diberlakukan mulai 3 Juli 2021.

Baca Selengkapnya

Waspadai Pembesaran Kelenjar Getah Bening pada Anak, Cek Tandanya

1 hari lalu

Waspadai Pembesaran Kelenjar Getah Bening pada Anak, Cek Tandanya

Pakar menyebut tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening pada anak yang perlu orang tua waspadai untuk mengetahui normal atau tidak.

Baca Selengkapnya

Apakah Paku Berkarat Dapat Membuat Tetanus? Berikut Penjelasannya

2 hari lalu

Apakah Paku Berkarat Dapat Membuat Tetanus? Berikut Penjelasannya

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium belum tentu disebabkan tertusuk benda berkarat.

Baca Selengkapnya

Kunjungan Wisatawan Mancanegara Meningkat Tahun Ini, Tertinggi Sejak Covid-19

3 hari lalu

Kunjungan Wisatawan Mancanegara Meningkat Tahun Ini, Tertinggi Sejak Covid-19

BPS mencatat kunjungan wisatawan mancanegara sejak Januari-Mei 2024 mencapai 5,2 juta orang, akumulasi tersebut tertinggi sejak pandemi Covid-19

Baca Selengkapnya

Ada Bakteri Pemakan Daging di Jepang, Ini Gejalanya

4 hari lalu

Ada Bakteri Pemakan Daging di Jepang, Ini Gejalanya

Ada penyakit infeksi bakteri pemakan daging yang kini sedang mengalami peningkatan kasus di Jepang. Simak gejalanya.

Baca Selengkapnya

Alasan Tak Disarankan Pakai Loofah saat Mandi

4 hari lalu

Alasan Tak Disarankan Pakai Loofah saat Mandi

Dermatolog punya pendapat sendiri tentang penggunaan loofah. Perhatian utama adalah kebersihan dan risiko infeksi kulit karena bakteri.

Baca Selengkapnya

6 Fakta Wabah Bakteri Pemakan Daging di Jepang

7 hari lalu

6 Fakta Wabah Bakteri Pemakan Daging di Jepang

Belum ada vaksin khusus untuk menangani wabah bakteri pemakan daging di Jepang

Baca Selengkapnya

Tersangka Korupsi APD Covid-19, Eks Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Jalani Pemeriksaan di KPK

7 hari lalu

Tersangka Korupsi APD Covid-19, Eks Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Jalani Pemeriksaan di KPK

KPK memeriksa eks Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi APD Covid-19.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Kasus Korupsi Bansos Presiden yang Rugikan Negara Rp 125 Miliar

7 hari lalu

Perjalanan Kasus Korupsi Bansos Presiden yang Rugikan Negara Rp 125 Miliar

Perjalanan kasus korupsi bansos presiden yang rugikan negara sebesar Rp 125 Miliar. Bantuan sosial pada masa Covid-19.

Baca Selengkapnya

Kerugian Sementara Korupsi Bansos Presiden untuk Covid-19 di Jabodetabek Capai Rp 125 Miliar

8 hari lalu

Kerugian Sementara Korupsi Bansos Presiden untuk Covid-19 di Jabodetabek Capai Rp 125 Miliar

KPK mengungkap kerugian sementara korupsi bansos presiden untuk Covid-19 di Jabodetabek mencapai Rp 125 miliar.

Baca Selengkapnya