TEMPO.CO, Jakarta - Kasus bunuh diri karena depresi kembali ramai di media, setelah kabar mengejutkan datang dari Jonghyun SHINee. Vokalis utama SHINee itu dikabarkan meninggal dunia pada Senin malam, 18 Desember 2017.
Berbagai catatan yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa arti s Korea itu meninggal bunuh diri gara-gara depresi.
Spesialis Kedokteran Jiwa dari Omni Hospital Tanggerang, dr Andri, menyebutkan bahwa bahwa kasus yang terjadi pada artis Jonghyun itu mengingatkan kembali bahaya depresi yang masih mengintai pada dewasa muda. "Bahkan kalau melihat komentar beberapa unggahannya di media sosial, ternyata fansnya juga banyak yang mengalami depresi seperti Jonghyun," katanya dalam keterangan voice messagenya , 18 Desember 2017 malam.
Baca juga:
Resolusi 2018:Tinggalkan Zona Nyaman? Simak Kata Dewi Sandra
Demi Cinta, Pangeran Harry Akhirnya Berhenti Merokok
Depresi Membuat Jonghyun SHINee Akhiri Hidupnya? Ini Suratnya
Menariknya Joghun ini adalah pribadi kreatif, ceria dan motivator di grupnya sendiri. "Banyak orang yang bertanya, bagaimana orang-orang ceria dan bisa memotivasi teman-temannya ternyata juga menyimpan masalahnya sendiri?" kata Andri.
Disebutkan Andri bahwa banyak sekali masalah terkait gangguan depresi dan kaitannya dengan bunuh diri ini bisa terjadi pada siapa saja. " Peran kita adalah, mampu memahami depresi sehingga kita mampu mengatasi gejala depresi dengan baik," katanya.
Sayangnya, seringkali stigma pada depresi membuat orang tidak mampu segera melakukan pengobatan yang tepat. dan ini menjadi hambatan dalam penatalaksanaan depresi. Ironis, karena pada tahun 2020, diprediksi beban depresi akan menjadi beban dunia nomor dua setelah gangguan kardiovaskular.
Terpenting lagi menurut Andri adalah jangan sampai ada peniruan. "Jangan sampai para fansnya mengikuti jejak idolanya," katanya, Di Korea Selatan, yang angka bunuh dirinya termasuk tinggi, sudah bekerjasama dengan Google untuk memblokir konten terkait bunuh diri.
Di Indonesia, diharapkan hotline khusus untuk kasus-kasus bunuh diri hidup lagi. "Dulu pernah ada, mudah-mudahan akan segera aktif lagi," katanya.
Andri juga berharap kepedulian terhadap masalah bunuh diri dan kaitannya dengan depresi akan semakin meningkat di masyarakat. "Dengan kepedulian, diharapkan kita bisa mengolah pikiran sendiri untuk bisa mengatasi masalah kehidupan dengan baik dan mencegah depresinya," katanya.
Andri juga sekali lagi mengingatkan agar mereka yang berada di usia produktif jangan membiarkan dirinya terjebak pada suasana depresi. "Pembiaran gejala depresi, membuat mereka mengalami kehilangan produktivitas dan mengganggu kualitas hidupnya secara keseluruhan," katanya sambil menambahkan bahwa kewaspadaan terhadap depresi harus dilakukan secara terus menerus, "jangan cuma berkaitan dengan kasus yang ada," katanya