TEMPO.CO, Jakarta - Survivor atau penyintas, ini istilah pasien Kanker yang bisa survive atau bertahan lebih dari lima tahun.
Bagaimana mereka bertahan sampai tingkat tersebut? Endri Kurniawati adalah seorang penyintas kanker payudara. Ia pertama kali divonis terkena kanker payudara pada tahun 2012. Saat ditemukan, kankernya sudah berada pada stadium 2A dengan ukuran 2,5 sentimeter.
Baca juga:
Terungkap, ini Hadiah dari Melania Trump untuk Michelle Obama
Kedondong Cocok untuk Diet? Bagaimana Memilihnya?
Kolorektal, Kanker Kedua yang Mengancam Pria, Kenali 4 Tandanya
Sembuh sama sekali dari kanker, menurut Endri itu tidak bisa. Ini karena sel kanker akan terus ada dan tubuh pasien kanker lebih rentan dibanding orang yang tak kena kanker. "Tapi, saya dinyatakan survive. Untuk bisa dinyatakan survive, orang harus bisa survive hingga 5 tahun. Kalau sudah lebih dari 5 tahun itu disebut sebagai penyintas," jelas Endri.
Endri sempat memeriksakan diri ke rumah sakit lain sebagai second opinion. Setelah vonis kedua, Endri segera memutuskan untuk melakukan pengobatan. “Pengobatan secara medis. Operasi pengangkatan payudara dan kemoterapi,” ujar Endri saat dihubungi TEMPO.CO pada 1 Februari 2018.
Pada tahun 2012, biaya yang harus dikeluarkan sosok yang juga dikenal sebagai seorang wartawan, ini dari operasi hingga selesai kemoterapi, kurang lebih 70 juta rupiah. Ia menjalani kemoterapi sebanyak enam sesi.
Banyak komplikasi yang ia rasakan selama kemoterapi, seperti lemas, kuku menghitam, dan rambut rontok. Di samping kemoterapi, ia rutin mengkonsumsi air rebusan daun sirsak sebagai terapi pelapis. Terapi pelapis itu dilakukan setelah Endri berkonsultasi dengan ahli yang meneliti khasiat daun sirsak dan dokter poliklinik obat tradisional Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya.
Sejak divonis mengidap kanker payudara, ia tidak pernah menerima larangan soal makanan dari dokter yang merawatnya. Hanya saja, Endri diperingatkan untuk menjaga berat badan oleh dokter. “Yang diminta (dokter bedah) adalah untuk mengendalikan berat badan. Nggak boleh gemuk. Karena, kegemukan itu memperbesar risiko kanker,” ujar penulis buku “Kehidupan Kedua Penyintas Kanker” tersebut.
Penyakit kanker benar-benar menyita seluruh hidup Endri, mulai dari tenaga, pikiran, dan uang. Akan tetapi, dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat memberi kekuatan tersendiri bagi Endri untuk berjuang melawan penyakit ini.
“Pasien kanker itu tidak bisa menghadapi penyakitnya sendirian. Jadi, harus ada dukungan dari keluarga. Tidak cukup dari keluarga, tapi juga dari lingkungan. Kalau dia bekerja di kantor, teman-teman kantor juga harus mendukung dia. Karena, pasien kanker itu tidak bisa benar-benar sembuh,” jelas Endri.
Ia juga kerap mengingatkan dirinya untuk berjuang mempertahankan hidup. “ Waktu itu, saya langsung berpikir saya akan mati. Sudah jelas. Waduh kanker, waduh saya mau mati. Cuma, kan, sebagai manusia, saya harus menyadarinya bahwa tugas manusia adalah berusaha sebaik-baiknya untuk mempertahankan nyawanya,” cerita Endri.
Satu pesan yang ingin Endri sampaikan untuk masyarakat yang mengidap kanker. “Jangan pernah menyembunyikan kanker. Saya kira terbuka lebih tepat, terbuka pada lingkungan karena itu akan membuka jalan untuk dukungan lingkungan. Lalu, carilah pengobatan yang akurat (dan) terukur. Lalu, jangan percaya pada orang yang bilang pengobatan kanker itu mudah,” tutup Endri.
MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA