TEMPO.CO, Jakarta - Motif pada sehelai kain batik menyimpan makna tersendiri. Ada doa dan harapan yang terkandung di dalamnya sehingga untuk jenis tertentu dianggap sakral.
Baca juga: Hari Batik Nasional: Betulkah Teknik Membatik Berasal dari India?
Batik kini tak lagi dipandang sebagai busana formal. Banyak yang mengenakannya untuk pakaian sehari-hari.
Motif batik pun ada beragam, bahkan jumlahnya mencapai ribuan. Sayangnya, tidak semua orang paham dengan makna yang terkandung pada motif batik.
Era Soekamto, desainer dan juga creative director dari Iwan Tirta Private Collection mengatakan bahwa sebaiknya pahami dulu motif pada kain batik sebelum berusaha untuk memadupadankannya dengan busana lain.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) bersama Ibu Negara, Ani Yudhoyono mengamati kain batik di International Batik Center (IBC) Pekalongan, Jateng (5/2). Presiden berharap agar perajin batik terus berkreasi dan memajukan usaha kreatif untuk kejayaan batik di pasar International. Abror/presidenri.go.id
"Pertama kita harus mengerti dulu motifnya. Karena kita kebiasaan ngelihat hanya dari luar saja, enggak tahu kapan menggunakannya, misalnya Parang enggak boleh dipakai di Keraton karena yang boleh pakai itu cuma raja saja," ungkap Era saat berbincang usai peluncuran Barbie Batik Kirana di Jakarta hari ini.
"Kita harus ngerti artinya juga, biar bisa diceritakan juga kan ke yang lain," lanjut dia.
Masih menurut Era, tabrak warna pada batik boleh dilakukan. Asalkan, saat Anda ingin membuat busana dari kain batik, jangan pernah sembarangan memotong motif karena akan merusak makna.
"Kalau padu padan bebas saja. Tapi kayak Parang, ada motif lereng-lerengnya, itu jangan dipotong horizontal. Batik itu ada doanya. Karena batik itu seni sakral. Tabrak warna sih sah-sah saja," tutup Era.
Baca juga: Hari Batik Nasional, Khusus Pria: Trik Tampil Chic dengan Batik