TEMPO.CO, Jakarta - Wabah virus corona baru atau COVID-19 diprediksi bisa mempengaruhi kebiasaan orang berkonsultasi ke dokter. Kemungkinan menggunakan platform layanan jarak jauh untuk berkonsultasi dengan para ahli medis pun menjadi pilihan.
Di Amerika Serikat, survei pada 2019 menunjukkan hanya 10 persen warga yang menggunakan telemedicine atau konsultasi jarak jauh dengan dokter. Namun, seiring merebaknya kasus COVID-19 di berbagai negara, angka itu bisa berubah. Apalagi, jika ada aturan ketat, misalnya karantina massal.
Dr. Joe Kvedar, presiden American Telemedicine Association (ATA), seperti dilansir Time, menyambut baik kemungkinan pelayanan medis jarak jauh dilirik. Namun, dia mengakui ada keterbatasan alat khususnya untuk pengujian COVID-19, yakni tidak bisa mengambil rontgen dada atau mengumpulkan sampel untuk pengujian laboratorium dari jarak jauh.
Menurut Kvedar, untuk kasus COVID-19, pelayanan medis jarak jauh bisa untuk penilaian gejala awal. Kemudian, jika seorang pasien masuk ke ruang gawat darurat dengan kemungkinan gejala COVID-19, dokter juga bisa memanfaatkan platform virtual, sambil menjaga pasien dalam isolasi untuk meminimalkan penyebaran virus ke sekitarnya.
Di Indonesia, salah satu penyedia layanan kesehatan, Halodoc mengklaim terjadi peningkatan enam kali lipat untuk jumlah penelusuran kata kunci virus corona, seiring penemuan dua kasus positif corona pada 2 Maret 2020.
VP of Marketing Halodoc, Felicia Kawilarang, dalam siaran persnya, mengatakan sebagai upaya mengantisipasi risiko virus corona, menyediakan informasi mengenai penanganan risiko COVID-19 dalam berkomunikasi secara daring. Informasi ini termasuk pengenalan gejala klinis, rekomendasi penanganan lebih lanjut, hingga rujukan rumah sakit dari Kementerian Kesehatan.
Dia juga menambah jumlah dokter siaga secara online untuk berkomunikasi dengan dokter terkait keluhan gejala corona. Umumnya, ada gejala klinis umum infeksi corona, antara lain demam di atas 38 derajat celcius, nyeri tenggorokan, batuk, pilek, hidung tersumbat, dahak kental, sesak nafas, infeksi paru, diare, mual, atau muntah, hingga nyeri otot.
Felicia menambahkan tak hanya informasi mengenai COVID-19, permintaan terhadap produk pencegahan virus, seperti masker dan suplemen daya tahan tubuh juga mengalami peningkatan yang signifikan.